ALLAHU GHAYATUNA, MUHAMMAD QUDWATUNA, AL QUR’AN DUSTURUNA, AL JIHAD SABILUNA, ALMAUTU FI SABILILLAH ASMA AMANINA

Monday, December 5, 2011


Uang Dalam Perspektif Islam


Pendahuluan

Uang telah berabad-abad lamanya mempunyai peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Tanpa uang transaksi ekonomi baik lokal maupun internasional sangat tidak efisien dan sulit dilaksanakan. Uang juga telah lama berfungsi sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Secara Islam, kegiatan yang berhubungan dengan uang dapat membawa manfaat bagi umat, namun juga bisa menciptakan kesengsaraan bila tidak dilakukan dengan benar dan etis.
      
      Sejalan degan perubahan waktu dan kemajuan zaman, bentuk uang juga mengalami perubahan-perubahan. Zaman dahulu kita mengenal bentuk uang dari kulit binatang, besi, emas, perak, tembaga, serta uang kertas, dan electronic money. Kesemua bentuk uang tersebut intinya adalah untuk menggambarkan bahwa uang adalah sesuatu yang sangat bernilai dan penting bagi umat manusia. Disamping mengalami perubahan bentuk, berbagai variable ekonomi, politik juga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap nilai uang dan pada akhirnya tingkat kesejahteraan masyarakat; Semakin kuat dan stabil nilai uang, maka ada kecendrungan kesejahteraan masyarakat juga meningkat dan demikian sebaliknya, semakin melemah nilai mata uang suatu negara, ada kecendrungan berdampak negatif kepada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
  
          Sehubungan dengan perlunya menjaga tingkat stabilitas mata uang, maka setiap negara akan selalu menjaga nilai mata uangnya untuk tidak berfluktuasi. Hal ini dilakukan dengan berbagai kebijakan ekonomi makro (moneter, fiskal, sektor real). Upaya ini dalam beberapa dekade terkahir dirasakan semakin sulit karena adanya globalisasi dan relatif hampir tidak adanya hambatan aliran modal antar negara dalam jumlah besar yang dapat mempengaruhi nilai tukar uang suatu negara, serta semakin kompleksnya permasalahan ekonomi.
                                               


Apa itu Uang?

Uang adalah sesuatu yang diterima sebagai alat atau medium pertukaran barang dan jasa, serta  untuk pembayaran hutang. Pada masa lalu, berbagai komoditas pernah digunakan sebagai uang dan sebagai alat pertukaran. Kita mengenal besi, perunggu, kulit kerang, tembakau , kulit binatang langka serta lainnya digunakan sebagai uang.  Emas, perak dan tembaga juga pernah dan lama digunakan sebagai alat medium pertukaran. Dengan berkembanganya teknologi, kebudayaan, maka sekarang kita mengenal uang dalam bentuk kertas dan koin, serta electronic money.

Fungsi uang
Kita mengenal beberapa fungsi uang[1] yaitu :
  1.  media atau alat pertukaran (medium of exchange)
  2. mengukur nilai atau satuan hitung (measure of value).
  3. ukuran pembayaran yang ditunda (standard for deferred payment)
  4. alat penyimpan nilai (store of value) .

  1. Alat pertukaran

Fungsi utama uang dalam ekonomi adalah sebagai alat pertukaran Dengan dikenalnya uang, maka transaksi dalam ekonomi dapat dilakukan dengan cara efisien dan cepat. Disamping itu, dengan adanya uang maka permasalahan dalam barter[2] yaitu menentukan berapa jumlah, nilai, serta bagaimana kualitas suatu barang dapat ditukarkan dengan barang lain dengan jumlah dan kualitas tertentu dapat diatasi. Pada zaman kepemimpinan Nabi Muhammad saw, dan periode sebelum beliau, koin emas dan perak digunakan sebagai alat pertukaran baik untuk perdagangan nasional maupun internasional. Nabi tidak menganjurkan transaksi pertukaran dengan barter karena ada asimetrik informasi yang cenderung mengakibatkan exploitasi dan ketidak adilan ,

2. Uang sebagai satuan hitung

            Masyarakat akan banyak mengalami kesulitan bila tidak mempunyai alat untuk mengukur berapa nilai suatu barang dan jasa terutama bila ingin membandingkan nilai suatu suatu barang/jasa  dengan barang atau jasa lainnya. Dengan adanya uang maka masyarakat mempunyai satuan hitung untuk menentukan nilai suatu barang dan jasa sehingga transaksi pertukaran dalam ekonomi lebih mudah dilakukan.

3. Uang sebagai standard dari penundaaan pembayaran

Dengan diketemukannya uang, maka transaksi ekonomi di masyarakat yang menyangkut pinjam meminjam atau pemberian kredit dari surplus unit kepada defisit  unit yang membutuhkan, dapat ditentukan atau diukur dengan mudah. Sebagai contoh, bila seseorang meminjamkan suatu benda pada orang lain, seperti kuda dan melunasinya di masa depan,  maka akan sulit untuk mendapatkan kuda yang persis sama dengan yang dipinjamkan saat ini. Dengan meggunakan uang sebagai satuan hitungnya, maka peneyelesaian utang-piutang tersebut akan menjadi mudah untuk disepakati.

4. Uang sebagai alat penyimpan nilai

Dalam kehidupan sehari-hari ada beberapa pilihan yang dapat dilakukan manusia untuk menyimpan harta mereka, mulai  dari barang-barang yang dapat bergerak maupun tidak dapat bergerak. Barang-barang yang tidak dapat bergerak untuk menyimpan harta antara lain, rumah, tanah, kebun, , perhiasan dll. Penyimpanan harta pada benda yang bergerak antara lain kendraan roda dua ,empat, surat-surat berharga misalnya. Alternatif lain yang dapat digunakan sebagai penyimpan nilai adalah uang yang dapat dengan mudah dibawa-bawa.

Jenis-jenis uang

Sesuai dengan perkembangan ekonomi, teknologi, serta budaya, jenis uang yang kita kenal sekarang ini sudah mengalami evolusi. Lucket (1980) mengelompokkan uang kedalam beberapa jenis yaitu Standard komoditi, standard emas, standard fiat, serta deposit money.

Standard komoditi

Dalam standard komoditi, uang yang digunakan dalam masyarakat terbuat dari sejenis barang yang sangat berharga di masyarakat dan biasanya sangat langka. Berbagai komoditi pernah masyarakat sepakati sebagai uang seperti garam, kulit hewan, tembakau . Ada beberapa kriteria yang melekat pada uang yang dapat diterima oleh masyarakat. Pertama, dapat mudah dimengerti satuannya sehingga setiap orang menggunakan term yang sama. Kedua, dapat dipecah menjadi unit yang terkecil, sehingga memudahkan transaksi atas berbagai jenis transaksi. Ketiga, dapat dibawa dengan mudah dalam perjalanan, serta ke empat, dapat tahan lama dipakai.
            Ada dua komoditi yang cukup bertahan lama sebagai uang dalam komoditi standard. Pertama, metallic standards. Pada metallic standards,  besi dan  tembaga pernah digunakan sebagai uang, namun dengan kemajuan teknik smelting dan pertambangan, nilai komoditi ini sebagai uang menjadi tidak langka lagi, kemudian  emas dan perak menggantikan kedua komoditi tersebut sebagai uang.
            Emas dan perak cukup lama digunakan sebagai uang terutama perak, karena emas relatif terbatas supplynya. Supply emas sebagai bahan untuk uang baru meningkat ketika Spanyol, Australia menemukan emas dalam jumlah besar pada abad ke 19. Penggunaan emas dan perak sebagai uang disebut bimetallism atau bimetallic standard. Bimetalilism melibatkan Pemerintah dalam menentukan rasio pertukaran antara emas dan perak yaitu 15 : 1 yaitu 15 ounces perak dapat ditukar dengan 1 ounce emas.



           

Standard emas

Classical gold standard mulai dikenal masyarakat sejak akhir perang Napoleon dan berakhir tahun 1875 (Duncan, 2003). Dengan sistem gold standard, mata uang negara-negara dikaitkan/convertible  dengan emas dan perubahan money supply dikaitkan  dengan jumlah cadangan emas yang dimiliki negara. Sebagai contoh, mata uang dollar Amerika Serikat waktu itu dikonversikan sekitar 1/20 ounce emas atau USD20 dapat dikonvesikan terhadap 1 ounce emas. Sementara Inggris mengkonversikan mata uangnya dengan ¼ ounce emas untuk  GBP 1 atau GBP 4 dapat dikonversikan dengan 1 ounce emas. Dengan perhitungan tersebut, maka nilai tukar antara GBP dan USD dapat dihitung secara tetap yaitu GBP 1 ekuivalent dengan USD5.  Demikian seterusnya dalam menghitung nilai tukar antara negara lainnya.  Dengan nilai tukar yang fixed tersebut sangat membantu dalam mengurangi ketidak pastian dari fluktuasi nilai tukar dalam perdagangan internasional. 
            Dibawah sistem gold standard perkembangan uang beredar setiap negara dikaitkan dengan cadangan emas yang mereka miliki. Emas, disebut gold bullion, akan berpindah tempat dari satu negara ke negara lain untuk menyelesaikan ketidak seimbangan dari neraca pembayaran mereka. Sebagai contoh, bila negara X mempunyai BOP surplus terhadap negara Y, maka negara X akan menerima fisik emas (tidak berupa forex). Setelah menerima kiriman emas dari negara Y, negara X dapat menambah uang beredar domestik sesuai dengan nilai emas tadi. Demikian sebaliknya, uang beredar di negara Y akan berkurang ekuivalent sebesar nilai emas yang mereka kirim.
            Dengan meningkatnya uang berdar di negara X,  akan mendorong kenaikan tingkat harga di negara X , dan lebih lanjut akan meningkatkan import mereka dari negara Y atau negara lainnya . Demikian sebaliknya, uang beredar di negara Y akan berkurang dan harga akan cenderung turun (deflasi) dan ekspor ke X akan meningkat kembali. Demikian seterusnya keseimbangan baru dalam BOP dan mata uang akan terjadi antara kedua negara tersebut.
            Selama negara-negara dimaksud mematuhi ketentuan-ketentuan dibawah gold standard dan menjaga mata uang mereka tetap didukung dan convertible dengan emas, nilai tukar mata uang antar negara akan tetap. Namun, dengan mentaati kesepakan dalam gold standard, berarti suatu negara tidak mempunyai kontrol terhadap kebijakan moneter karena uang beredar ditentukan oleh aliran emas diantara negara-negara.
 Disamping itu, kebijakan moneter negara-negara waktu itu ditentukan oleh produksi dan penemuan emas baru. Bila produksi emas rendah, misalnya pada tahun 1870 an dan 1880an, maka uang beredar di dunia juga turun. Kondisi tersebut mengakibatkan uang beredar tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk membiayai kegiatan ekonomi dunia sehingga terjadi deflasi. Demikian sebaliknya, ketika diketemukan emas dalam jumlah besar pada akhir tahun 1890an, maka supply emas dunia meningkat dengan cepat sekali yang menyebabkan inflasi. Sistem ini runtuh ketika pecah Perang Dunia I karena perdagangan mengalami kekacauan dan negara-negara tidak lagi mau mengkonversikan mata uangnya dengan emas dan sistem ini pun menjadi runtuh.

Fiat standards

Runtuhnya sistem moneter international dengan gold standard, mengakibatkan putusnya hubungan langsung antara uang dengan emas. Sejak saat itu,  uang yang dicetak  tidak lagi ditunjang oleh emas yang dimiliki Negara dan system ini dinamakan fiat money. Fiat money juga ditandai dengan semakin berperannya mata uang US$ sebagai international currency utama menggantikan peranan emas dalam transaksi internasional[3]. Sistem fiat money disatu sisi mengakibatkan perdagangan international berkembang dengan pesat dan efisien karena penyelesaian transaksi pembayaran internasional dapat dilakukan dengan fiat money, tanpa memindahkan cadangan emas yang dimiliki suatu negara ke negara lain . Sejak saat itu, mata uang USD dengan cepat menjadi mata uang dunia dan menjadi cadangan devisa utama negara-negara. Perkembangan fiat money ini disisi lain mengakibatkan berbagai ketidak adilan dan permasalahan dalam perekonomian internasional.

Deposit money

Deposit money adalah demand deposit atau giro yang dimiliki oleh penduduk yang disimpan pada bank umum. Deposit money berfungsi sebagai uang karena demand deposit berfungsi sebagai uang (Lucket 1980). Dengan memliki giro pada bank umum, masyarakat dapat melakukan transaksi atau pembayaran dengan menerbitkan cheque yang dapat ditransfer dari satu rekening ke rekening lain pada bank yang sama atau bank lain. Giro dapat juga berfungsi sebagai store of value. Mansyarakat menyimpan sebagian kekayaannya dalam bentuk giro pada bank. Giro juga berfungsi sebagai standard of deferred payments karena pembayaran hutang atas cicilan rumah, mobil dst dengan menerbitkan cheque.

Uang dalam pandangan Islam

Menurut pandangan Islam, uang adalah sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia (Mahmood M.Sanusi, 2002). Uang dibutuhkan oleh masyarakat untuk alat pertukaran barang. Sementara Imam Malik mendefinisikan uang adalah suatu komoditi  yang dapat diterima masyarakat sebagai alat pertukaran. Hal ini berarti suatu komoditi yang tidak mempunyai nilai tidak dapat memenuhi syarat sebagai uang.
            Uang akan bermanfaat banyak bagi masyarakat bila uang tersebut beredar di masyarakat tidak untuk di simpan sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut, orang yang memiliki uang yang berlebihan dianjurkan untuk memaksimumkan manfaat uang yang mereka miliki dengan cara musharakah atau  mudharabah.
Islam tidak membenarkan seseorang yang mempunyai uang dan dalam rangka memperoleh penghasilan dari uang dimaksud dengan cara riba atau membebankan bunga yang berlebihan. Pendapatan yang diperoleh dari uang tersebut sebaiknya dengan cara pembagian keuntungan bila laba dan rugi ditanggung bersama.  
Usmani (1999) melihat bahwa ada perbedaan yang mendasar antara capitalist theory dan Islam. Dalam teori capitalist, modal ( uang ) dan entrepreneur dipisahkan. Uang (modal) memperoleh return berupa bunga sedangkan entrepreneur mendapatkan profit dari jasa yang digunakannya untuk melakukan produksi. Islam tidak memisahkan antara uang dan entrepreneurship. Setiap orang yang menyerahkan modal (uang) untuk kegiatan ekonomi yang mempunyai risiko, maka dia berhak untuk mendapatkan keuntungan dari uang tersebut berdasarkan proporsi tertentu.
Sementara Chapra (1985) melihat tujuan dan fungsi uang tidak dapat dilepaskan dari tujuan dan fungsi bank yaitu :
§  Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan tenaga kerja ( full employment)
§  Untuk menciptakan keadilan ekonomi dan sosial serta menciptakan distribusi pendapatan yang merata
§   Menstabilkan  nilai uang
§   Mobilisasi Investasi dan tabungan  untuk pembangunan ekonomi

Islam melihat bahwa manusia adalah kalifah (wakil) Allah dipermukaan bumi. Allah telah menyediakan segala sumber daya alam yang ada untuk keperluan dan kesejahteraaan manusia dan sesuai dengan ridhonya. Demikian pula dengan uang, yang merupakan harta titipan Allah kepada manusia, manfaatnya harus menyebar tidak hanya untuk kesejahteraan segelintir orang , tetapi juga harus bermanfaat untuk masyarakat banyak
Untuk mencapai hal di atas, seyogyanya kegiatan ekonomi dapat menyerap tenaga kerja sebanyak mungkin sehingga masyarakat mempunyai pendapatan guna memenuhi segala kebutuhan fisik dan rohani mereka. Penyerapan tenaga kerja yang optimum dilakukan dengan mengoptimalkan secara efisien dari sumber daya yang ada guna menghasilkan suatu produk atau jasa untuk kesejahteraan manusia .
Sehubungan dengan hal tersebut, upaya untuk mencapai optimum pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan sumber daya alam dan manusia secara efisien dan bertanggung jawab merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan di atas. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja tidak cukup tapi harus diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dan mengurangi perbedaan antara kaya dan miskin dalam masyarakat.
Islam secara moral tidak membenarkan adanya ketidak adilan dalam ekonomi dan sosial di masyarakat. Untuk mencapai hal ini mutlak perlu adanya distribusi pendapatan yang merata di masyarakat. Bila ada distribusi pendapatan yang tidak merata, maka Pemerintah berkewajiban untuk mengatasinya dengan antara lain dengan memungut zakat dan menyalurkan kembali untuk kesejahteraan masyarakat, serta memberi kesempatan yang selebar-lebarnya bagi masyarakat kecil untuk berusaha. Sehubungan dengan hal tersebut, Islam lebih menganjurkan kegiatan ekonomi kecil dibandingkan dengan kegiatan ekonomi bercorak besar atau konglomerat. Banyaknya pembiayaan terhadap kegiatan ekonomi kecil (UMKM), diharapkan dapat menciptakan sistem perekonomian yang kuat dan keadilan ekonomi untuk rakyat.

Uang , bunga dalam literatur Islam dan Barat.

Dalam konsep ekonomi barat, bunga menjadi salah satu variabel penting dalam perekonomian. Banyak definisi mengenai bunga (interest) dikemukakan oleh ahli ekonomi. Menurut Saud (1976) bunga adalah kelebihan dari uang yang dibayarkan oleh peminjam kepada yang memberi pinjaman atas pokok pinjaman yang disepakati dalam periode tertentu. Sementara Samuelson mendefinisikan bunga sebagai harga atau rent dari penggunaan uang. Dengan perkataan lain Samuelson menyamakan rent dari uang dengan jasa dari pelayanan seorang dokter.  Disini konsep uang sebagai alat transforming dari suatu barang ke barang lainnya bukan dengan melalui produksi.
Saud mengkritisi konsep bunga (Samuelson, 1958) tersebut dari dua segi. Pertama, setiap rent terdiri dari unsur penyusutan seperti sewa mesin. Uang sebagai alat pertukaran menurutnya tidak mempunyai depresiasi seperti penggunaan mesin., Kedua, bila kita menggunakan jasa seorang dokter atau menyewa mesin, kedua komoditi tersebut tetap ada. Namun, bila kita menggunakan uang, maka uang tersebut tidak menjadi milik kita lagi. Sementara J.M.Keyeness, pemenang nobel ekonomi, tidak mendefinisikan bunga secara spesifik tapi mengemukan mengenai bunga sebagai” tingkat bunga dari uang adalah persentase dari kelebihan yang diterima seseorang karena meminjamkan uangnya selama periode tertentu di masa depan”.
Dalam berbagai literatur Islam (Dar dan Presley) ada beberapa alasan untuk menyatakan bunga dilarang dalam kegiatan ekonomi. Pertama, bunga sebagai hadiah dari tabungan adalah tidak mempunyai landasan moral yang kuat atau justification. Kedua, dengan tidak melakukan konsumsi saat ini dan sebagai penggantinya pemilik modal berhak memperoleh financial rewards, tidak cukup untuk menjadi alasan diberikan bunga atas tabungan . Ketiga, harus dibedakan antara uang dan modal. Uang pada hakekatnya sangat berpotensi untuk menjadi modal. Untuk mentransformasikan uang menjadi modal membutuhkan suatu prasarana unit usaha atau perusahaan yang mengkombinasikan berbagai faktor produksi untuk menghasilkan keuntungan. Kegiatan ini mengandung risiko dan butuh pengetahuan khusus sehingga berpotensi untuk mendapat keuntungan atau kerugian. Oleh karena itu juga tidak adil  untuk pemilik uang  mendapat fixed return dari kegiatan seperti ini apakah suatu usaha mendapat laba atau menderita kerugian.
Pelarangan bunga dalam kegiatan ekonomi juga telah lama dikenal oleh pemikir barat dan masyarakat terdahulu. Dalam ajaran Kristen (Perjanjian lama) juga dianjurkan bahwa pemberian pinjaman kepada orang yang tidak mampu hendaklah dengan tanpa bunga dan setiap tujuh tahun hendaklah pinjaman tersebut hendaknya di hapuskan, kecuali untuk orang asing. Larangan mengenai bunga dalam kitab Perjanjian Lama tersebut telah terinspirasi lama penganut Kristen dan Yahudi. Aristoteles juga berpendapat bahwa uang seharusnya hanya berfungsi  sebagai medium of exchange dan tidak dibenarkan sebagai penyimpan nilai.


Mudharabah atau Qirad

Secara bahasa kedua istilah mudharabah atau Qirad berarti seseorang menyerahkan modal/uang kepada orang lain untuk melakukan usaha/perdagangan dengan cara profit sharing (pembagian keuntungan) tertentu. Qirad ini sudah lama dipraktekkan sebelum zaman Nabi Muhammad S.A.W dan nabi sendiri dengan bentuk partnership atau kerja sama. Hal ini dilakukan oleh penduduk Mekkah, karena mereka sudah lama berdagang dengan pedagang di negara-negara sekitar Arab. Untuk itu penduduk yang mempunyai modal/uang dan tidak dapat berdagang sendiri, mempercayakan uangnya pada orang tertentu dengan keuntungan yang telah disepakati bersama. Praktek ini dibenarkan oleh nabi.  
Qirad dalam Yurisprudensi Islam dan subyek Qirad

Praktek Qirad dilakukan oleh banyak sahabat nabi dan beliau sendiri mengerjakan sebelum diangkat menjadi Rasul. Ibn Hazm dalam bukunya” Maratib al-Ijma”menyebutkan bahwa bab-bab dalam Fiqh umumnya bersumber dari Al-Quran dan Hadist kecuali Qirad.
Dalam Qirad harus ada pihak yang menyerahkan modal atau uangnya kepada orang lain untuk dikelola sebagai modal dalam perdagangan. Jika seandainya si pemilik modal meyerahkan barang sebagai pengganti uang, maka barang tersebut harus dijual terlebih dahulu untuk mengetahui berapa nilainya pada saat itu dan dipergunakan sebagai dasar perhitungan Qirad tersebut (Ibn-Hazm).
Penganut Hanafi berpendapat bahwa pemilik modal harus menyerahkan uang atau modal nya dalam Qirad harus berupa koin atau uang dan mereka menganggap Qirad atau kontrak menjadi batal kalau yang diserahkan pemilik modal tersebut bukan uang dinar atau perak.
 Sementara, Saud (1976) berpendapat bahwa hakekat dari Qirad adalah kerja sama para pemilik modal untuk membentuk usaha bersama dalam satu perusahaan sebagai partner aktif dimana untuk itu pemilik modal berhak mendapat keuntungan bila perusahaan untung dan turut menanggung rugi bila perusahaan merugi. Modal yang diserahkan dapat berupa uang atau barang berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang dengan mudah.

Riba Dan Bunga
Praktek riba (usury) dalam masyarkat telah lama berlangsung bahkan sebelum masa periode Islam. Secara bahasa riba adalah tambahan, kelebihan, peningkatan atau surplus. Pada masa tersebut, peminjam uang menggunakan uang pinjaman  untuk kegiatan komersial dan terutama untuk keperluan pribadi dan banyak dilakukan oleh orang yang tidak mampu. Sebagai jaminan pinjaman tersebut biasanya tanah, rumah, binatang ternak dan pakaian. Bunga yang dibebankan oleh peminjam (terutama) oleh masyarakat  Yahudi biasanya sangat tinggi sekali. Bila sipeminjam tidak sanggup membayar, maka harta jaminan akan di sita dan bila tidak mencukupi maka sipeminjam atau keluarganya  akan dijadikan budak oleh yang memberi pinjaman.
Dalam shariah istilah riba dibedakan dua macam yaitu riba al-Nasiah dan riba al-fadl (Chapera, 1985, halaman 57-61).

Riba al-Nasiah
Kata nasiah berasal dari akar kata nasa’a yang berarti menunda, menunggu, mengacu kepada waktu yang diberikan kepada sipeminjam uang untuk menunda pembayaran hutang dari sipemberi pinjam dengan membayar premi tertentu. Oleh karena itu riba al-nasi’ah diinterpretasikan sebagai bunga.
Pelarangan riba al-nasi’ah dalam Islam berarti penetapan return dimuka dari dari suatu pinjaman sebagai hadiah dari penundaan waktu uang yang dipinjamkan tidak dibenarkan berdasarkan shariah. Hal ini juga berlaku apakah return tersebut bersifat tetap atau bervariasi atas pokok tertentu atau pembayaran jumlah tertentu secara absolut baik dimuka maupun pada saat jatuh tempo, atau pemberian termasuk jasa tertentu yang diterima terkait dengan suatu pinjaman.

Riba Al-Fadl
Istilah riba ini berasal dari interpretasi hadist nabi Muhammad Saw yang menyatakan bahwa pertukaran dari emas, perak, gandum, barley, kurma dan garam dapat dilakukan secara spot dan harus sama. Terjadi polemik dari ulama mengenai interpretasi hadist ini. Sebagian ulama menganggap bahwa pertukaran antara barang hanya diperbolehkan atas ke enam komoditi tersebut saja. Kelompok lain menganggap bahwa hadist ini berlaku untuk komoditi lainnya yang sejenis terutama untuk barang konsumsi yang dapat disimpan (penganut paham Imam Safii dan Imam  Hambali.
Meskipun ada berbagai interpretasi terhadap riba Al-Fadl, namun inti dari pelarangan tindakan riba dalam  Islam adalah tidak membenarkan terjadinya ekploitasi transaksi ekonomi di masyarakat. Transaksi ekonomi harus dilakukan secara adil, jujur dan saling menguntungkan. 

 Pelarangan Riba dalam Al Qur’an
            Alquran melarang perbuatan riba secara bertahap. Tahap pertama, baru peringatan secara moral bahwa perbuatan riba tidak disukai oleh Allah. Peringatan ini tertuang dari Surah Ar Ruum : 39  ”Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan.” (QS Ar Ruum : 39).
            Tahap kedua, Alquran mulai mengutuk perbuatan riba.  Surah 4 : 160-161  turun ketika muncul perseteruan antara Muslim  dengan kaum Yahudi (mempraktekkan riba) di Madina. Bunyi ayat tersebut sebagai berikut : ”Maka lantaran kedzaliman yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi itu, kami haramkan atas mereka beberapa jenis makanan yang baik-baik yang sedianya dihalalkan kepada mereka. Lantaran perbuatan mereka yang menghalangi manusia dari jalan Allah yang banyak sekali itu serta mereka yang mengambil riba padahal mereka telah dilarangnya.” (QS. An-Nisa : 160-161)
            Pelarangan riba yang cukup keras adalah pada tahun ke tiga Hijrah, setelah peperangan Uhud. Ketika itu kaum Muslim, yang berasal dari Makkah, mencoba untuk menghimpun dana dengan cara riba (berlipat-lipat keuntungan) untuk mendapatkan dana buat perang terhadap kaum kafir. Surah 3 : 130 : ”Hai orang-orang yang beriman,  janganlah kamu makan riba dengan berlipat ganda ... ” (QS. Ali_imran : 130 ) Ayat ini diturunkan di Madinah dan mengandung larangan tegas tentang pengharaman salah satu jenis praktek riba, yaitu riba Nasi’ah. Namun demikian, larangan dalam ayat tersebut masih bersifat sebagian, belum menyeluruh. Pengharaman riba pada ayat ini hanya berlaku bagi praktek-praktek riba yang keji dan jahat, yang bentuknya membungakan uang dengan berlipat ganda.
            Ayat tentang riba yang terakhir diturunkan adalah firman Allah SWT yang berbunyi:  ”Hai orang-orang yang beriman takutlah kepada Allah dan tinggalkanlah apa yang masih tersisa dari riba jika kamu orang-orang yang beriman...” (QS. Al-Baqarah : 278). Dengan turunnya ayat ini, maka riba telah diharamkan secara menyeluruh, tidak lagi membedakan banyak maupun sedikit.
            Banyak para ulama dan pakar ekonomi Islam sependapat bahwa secara shariah, riba menunjukkan sesuatu Premium yang musti dibayar oleh peminjam kepada sipemberi pinjam atas pokok (loan) tertentu ketika jatuh tempo. Premi yang dibayar tersebut menurut banyak fuqaha (jurist) sama dengan bunga uang dalam sistem perbankan.
 Sedikit berbeda dengan pendapat sebagian besar pakar ekonomi  Islam di atas,  Hifzur Rab (2002, hal 105) berpendapat bahwa tingkat suku bunga real (positif) lebih mendekati riba daripada tingkat suku bunga nominal karena kekayaan yang di simpan dalam bentuk uang akan berkurang nilainya karena adanya inflasi.
Demikian juga Ishfaq (1993) berpendapat bahwa suku bunga yang tidak terlalu tinggi dan mencekik menganggap bukan sebagai  riba. Dia beragumentasi bahwa bunga yang dibebankan oleh bank kepada nasabah mereka adalah sebagai return dari jasa dan kegiatan yang bank lakukan sebagai lembaga perantara antara surplus unit yang mempunyai kelebihan dana dan defisit unit yang membutuhkan dana untuk membiayai kegiatan usahanya atau keperluan lainnya. 
Pertukaran Mata Uang
           
Dalam sistem ekonomi Islam, pertukaran mata uang dengan mata uang yang sejenis, atau pertukaran dengan mata uang asing adalah termasuk ke dalam aktivitas Sharf. Aktivitas Sharf atau pertukaran mata uang menurut hukum Islam adalah boleh, sebab sharf adalah pertukaran harta dengan harta lainnya yang berupa emas dan perak, baik sejenis maupun yang tidak sejenis dengan berat dan ukuran yang sama dan boleh berbeda (AL-Malikiy, 1963)
Dasar hukum tidak diperbolehkannya  pertukaran mata uang (sharf) tersebut adalah sabda Rasulullah saw : ” Juallah emas dengan perak sesuka kalian, dengan syarat harus kontan. ”(HR. Imam Tirmidzi dari Ubadah bin Shamit)
Ubadah bin Shamit mengatakan : Aku mendengar Rasulullah saw melarang menjual emas dengan emas, perak dengan perak, bur dengan bur, Sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, selain sama antara barang yang satu dengan barang yang lain, maka barang siapa yang menambahkan atau meminta tambahan, maka dia telah melakukan riba.” (HR. Imam Muslim) 
Rasulullah saw melarang menjual emas dengan perak dengan cara dihutangkan. ”(HR. Imam Bukhari)
            Menurut Al-Bagdhadiy (1991), dari pengertian hadist di atas dipahami bahwa dalam pertukaran mata uang, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yakni :
(1)  Jika pertukaran dilakukan antara mata uang yang sejenis, maka pertukarannya harus senilai, namun jika tidak sejenis boleh berbeda nilai
(2)  Pertukaran atau jual beli tersebut haruslah dilakukan secara tunai dan tidak boleh dengan cara dihutangkan (kredit).
(3)  Pertukaran antara mata uang tersebut dilakukan dalam satu majlis (tempat)

Sehubungan dengan hal tersebut, jual beli mata uang tertentu misalnya dolar dengan rupiah adalah aktivitas yang boleh selama dilakukan secara kontan dan dalam satu majlis. Karena itulah pertukaran uang di money changer selama memenuhi ketentuan diatas adalah boleh.


Stabilitas nilai uang

Stabilitas mata uang merupakan salah satu tujuan dari hampir setiap negara guna menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat maupun memberikan kepastian bagi dunia usaha. Bila nilai uang tidak stabil, atau mengalami fluktuasi maka sebagian besar masyarakat tertentu akan menurun tingkat kesejahteraan mereka terutama yang mempunyai pendapatan tetap. Pengusaha juga akan sulit untuk menentukan biaya produksi dan harga barang yang akan mereka jual. Sehubungan dengan hal tersebut, Islam tidak membenarkan kegiatan spekulasi uang guna memperoleh pendapatan, namun membawa bencana bagi sebagian besar masyarakat.

Mobilisasi Tabungan

Mobilisasi tabungan di masyarakat merupakan salah satu kegiatan utama yang dilakukan bank, sebagai lembaga intermediasi dalam rangka menghimpun dana dan menyalurkannya kepada kegiatan ekonomi yang produktif dan bermanfaat bagi masyarakat. Seperti telah dijelaskan di depan, Islam melarang kegiatan menimbun uang (hoarding of money) karena uang menjadi tidak bermanfaat bagi kegiatan ekonomi. Sehubungan dengan bunga tidak dianjurkan oleh sebagian ulama maka mobilisasi dana tersebut diutamakan terlaksana dengan cara melakukan pembagian keuntungan (profit sharing).





Praktek-praktek yang dilarang berkaitan dengan uang


Uang sudah lama dikenal oleh masyarakat dan  bermanfaat dalam melancarkan kegiatan ekonomi. Dengan adanya uang, transaksi dapat dilakukan, pertukaran antar barang dan membayar jasa tertentu seperti memotong rambut, biaya taksi, dll. Namun ada beberapa kegiatan yang berkaitan dengan uang dilarang oleh kaidah agama yaitu hoarding money dan debasement of money.

Hoarding of money

Hoarding of money (penyimpanan uang tanpa memberi manfaat) adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia dengan menyimpan atau menumpuk uang di rumah atau pada suatu tempat tertentu yang mengakibatkan uang tidak dapat digunakan untuk bertransaksi atau sebagai alat pertukaran di masyarakat. Dengan hoarding of money maka kegiatan sosial atau ekonomi akan lambat berputar, dan  harga cenderung akan meningkat  karena uang beredar lebih sedikit dari kebutuhan kegiatan ekonomi. Hoarding of money juga akan mengakibatkan kegiatan produksi melambat karena kekurangan dana untuk membiayainya. Lebih lanjut hoarding of money akan meningkatkan pengangguran dan menurunkan kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, Islam melarang kegiatan hoarding of money. Islam menganjurkan agar uang dapat digunakan untuk kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat seperti membentuk kerja sama (partnership), musharakah, serta bentuk mudharabah dengan pihak lain yang membutuhkan. Dalam bentuk kedua kerja sama ini kedua pihak akan mendapat keuntungan dengan perjanjian yang disepakati. Demikian pula bila rugi, maka akan ditanggung bersama. Sebagian besar ulama dan pakar Islam melarang penggunaan bunga dalam perjanjian di maksud.




Debasement of money
(pemalsuan atau mengurangi  kadar emas atau dinar )

Kegiatan memalsukan uang uang telah lama terjadi di masyarakat, baik dilakukan oleh sekelompok  masyarakat bahkan oleh  pemerintah pada masa lalu. Pemalsuan uang secara fisik (baik uang kertas dan logam) atau mengurangi kadar material untuk pembuatan uang (uang emas atau dinar pada masa lalu)  merupakan suatu perbuatan yang tercela dan menimbulkan kerugian di masyarakat.  Bahkan Imam Al-Ghazzali[4] menyatakan bahwa” Adalah suatu kejahatan di masyarakat untuk menggunakan uang (coin) palsu. Orang yang pertama mengedarkan uang palsu tersebut turut menanggung dosa orang lainnya yang mengedarkan uang tersebut kepada orang selanjutnya.”
Demikian juga Ibn Taimiya[5] sangat menentang debasement of currency dan pencetakan uang yang berlebihan oleh pemerintah. Lebih lanjut dia mengatakan “ Pemerintah seharusnya mencetak uang sesuai dengan kebutuhan transaksi masyarakat atau tanpa berlebihan. Kalau nilai intrinsic uang tidak sesuai dengan nilainya (uang tersebut dipalsukan), maka orang-orang jahat akan mengumpulkan uang yang tidak layak tersebut dan menukarnya dengan uang yang baik sehingga akan mengacaukan perekonomian.”
            Ada beberapa  cara yang dilakukan orang  untuk memalsukan uang (Choun, 1996, halaman 11). Pertama, adalah dengan cara sederhana yaitu mengurangi berat timbangan dari coin yaitu dengan mengurangi jumlah timbangan bahan yang dibutuhkan untuk membuat coin baik koin emas maupun perak. Kedua, pencetakan coin tetap dengan berat yang sama tetapi dengan mengurangi porsi material utama dan menambahkan material tambahan.
           



Membeli dan menjual uang sebagai komoditi untuk kegiatan spekulasi

Sejak uang tidak dikaitkan lagi dengan emas (runtuhnya Brettoon Wood System, 1971), ada kecenderungan masyarakat internasional menjadikan  uang sebagai komoditi yang diperdagangkan.  Hal ini sering membuat uang menjadi tidak stabil nilainya karena banyak dibeli dan dijual untuk spekulasi. Banyak ahli ekonomi Islam berpendapat bahwa menjadikan uang sebagai komoditi untuk diperdagangkan tidak untuk menjadi media pertukaran tidak dibenarkan oleh divine law karena dampak negatifnya (Hifzur Rab, 2002).

Penggunaan Uang emas (dinar) dan dirham (perak) dalam sejarah Islam

Penggunaan uang emas (gold dinar) telah lama dikenal masyarakat Islam (Mohd.Dali), bahkan uang emas tersebut telah digunakan masyarakat jahiliyah (sebelum masa nabi Muhammad SA.W). Kata dinar sendiri berasal dari bahasa Yunani, Latin, atau mungkin berasal dari kata Persia yaitu denarius. Sementara itu, kata dirham berasal dari nama uang perak drahms yang dipergunakan oleh masyarakat Sesan di Persia .
Kronologis penggunaan uang tersebut adalah seperti dibawah ini (Ali Sakti, 2005.).

Masa Jahiliah

Sebelum nabi Muhammad s.a.w lahir, bangsa Arab telah lama mengenal uang dinas emas dan dirham untuk transaksi ekonomi. Pada masa tersebut bangsa Arab telah menggunakan uang dinar emas dan dirham perak untuk menyelesaikan transaksi perdagangan dengan negara-negara tetangga di kawasan utara dan selatan. 
        Firman Allah SWT, “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu)
         kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas” (QS. Quraisy [106]: 1-2). Namun, uang yang digunakan masih dalam bentuk tibr (butiran),   Dinar Heraclius (Kaisar Byzantin) dan Dirham Baghli dari Persia.


Masa  Khalifah Abu Bakar

Pada masa ke Khalifahan  Abubakar tidak ada perubahan apapun terhadap uang yang berlaku sejak masa Rasullullah. Uang dinar emas dan dirham masih digunakan masyarakat sebagai alat pembayaran yang sah.

Masa  Khalifah Umar

Pada masa awal pemerintahannya, Umar tetap memberlakukan sistem yang    telah berjalan sejak Khalifah Abu Bakar dan nabi Muhammad S.A.W. Namun, pada tahun 18 Hijriah atau tahun keenam dari pemerintahannya, Umar memasukkan beberapa kata  Arab pada uang Persia dan Romawi yang beredar,  seperti kata  “Bismillah”, “Alhamdulillah”, “Bismi Rabbi”, “ Muhammad  Rasulullah”. Pada masa Khalifah Umar pernah direncanakan  untuk membuat dirham dari kulit unta namun rencana  tersebut dibatalkan khawatir akan terjadinya kelangkaan terhadap unta.

Masa Bani Umayyah

Pada masa-masa ini ada beberapa jenis mata uang yang dibuat. Al-Hajjaj pada akhhir tahun 75 H membuat dirham baghli. Abdullah bin Zubair???? membuat dirham sendiri dan membubuhkan   namanya  (Abdullah Amir al-Mu’minin). Demkian juga ketika         Mush’ab bin Zubair menjadi Gubernur Irak, dia  membuat dirham khusus .Selanjutnya, pada tahun 76 H Abdul Malik bin Marwan melakukan upaya unifikasi mata   uang diseluruh wilayah..
            Dapat diinformasikan ketika Abdul Malik bin Marwan memerintah, dia membuat kebijakan untuk tidak menggunakan  mata uang non-Islami dan memerintahkan pembuatan uang Islami oleh  institusi pemerintah. Kebijakan pembuatan uang Islami seperti itu dilanjutkan oleh pemerintah- pemerintah Islam sesudahnya

Masa Pemerintahan Daulah Utsmaniah

Pada masa Daulah Utsmaniah terjadi beberapa kali pergantian penggunaan uang untuk kegiatan ekonomi. Sultan al-Dzahir Burquq pada tahun 781 H  membatalkan penggunaan  uang perak  campuran yang dibuat oleh Sultan al-Dzahir Baibras. Sultan Burguq kemudian memperkenalkan fulus tembaga sebagai uang. Dalam tahun 1254 H uang fulus tembaga digantikan peggunannya dengan uang kertas yang disebut “al-Qa’imah”. Uang kertas ini hanya berlaku selama selama 23 tahun. Namun, dalam tahun 1278 H, uang kertas tersebut dibekukan karena penerbitan uang tersebut mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap uang kertas dimaksud.
            Dalam tahun tahun 1293 H penggunaan uang kertas diberlakukan kembali dan Tahun 1332 H pemerintah memberlakukannya secara paksa, dan berlanjut                  hingga Pemerintahan Utsmani jatuh. Pada zaman tersebut untuk perdagangan dengan bangsa-bangsa lainnya,  bangsa Arab menggunakan uang emas dinar dari kekaisaran Byzantium.
            Selama pemerintahan bani Umayah, uang dinar emas dibuat secara independent dari system international. Pada masa-masa ini, kemurnian uang emas dapat dipertahankan. Namun debasement (pemalsuan) uang mulai terjadi pada akhir bani Abbasiah ketika pemerintahan sangat lemah. Dengan adanya debasement, kemurnian uang emas menjadi berkurang . Sesuai dengan Greshem’s law maka bad money akan menggantikan good money.
            Mesir, dibawah pemerintahan bani  Fatima, juga menggunakan uang emas sebagai alat untuk media pertukaran. Namun, ketika bani Ayubi mengambil alih pemerintahan dari bani????? Fatima, dia memperkenalkan mata uang dirham (silver) dan menyimpan uang emas di treasury pemerintah. Pada awal pemerintahan Mamluk ini, penggunaan mata uang dinar dan dirham diterapkan secara paralel. Namun, kemudian sistem ini dirubah dengan memperkenalkan mata uang dari tembaga (copper) yang dinamakan fulus. Sejak saat itu, inflasi yang tinggi terjadi dan menyengsarakan masyarakat.
            Al-Maqrizi menjelaskan dalam “Intighat” bahwa penggunaan fulus sebagai uang, menggantikan dinar dan dirham, terjadi pada akhir masa Mamluk. Awal mulanya adalah adanya kelangkaan atas perak (dirham) karena perdagangan internasioanal  dimana pedagang-pedagang membawa keluar negeri perak guna membayar transaksi dagang mereka. Disamping itu, perak juga dipakai untuk membuat barang-barang dekorasi serta barang mewah alat rumah tangga lainnya dan alat keperluan lainnya. Kondisi ini mengakibatkan perak menjadi langka di pasar. Kondisi ini semakin diperburuk dengan kebijakan pemerintah untuk menyimpan dinar pada treasury pemerintah.
            Kelangkaan dinar dan dirham di pasar mengakibatkan perekonomian menurun karena uang untuk melakukan transaksi juga semakin berkurang. Untuk menjaga agar perekonomian tidak semakin melambat, pemerintah Mesir (Sultan Barkuk 1382-1399) melakukan import fulus (tembaga) dalam jumlah besar yang akan digunakan sebagai uang. Fulus saat itu tersedia dalam jumlah besar dan murah di pasar luar negeri. Import tersebut dilakukan dengan pedagang dari Eropa dengan menggunakan  uang dirham.
            Ketika Sultan Barkuk meninggal pada 801 H, harga mulai meningkat dan terjadi selama tiga tahap. Tahap pertama  (801-805 H) peningkatan harga belum tinggi. Namun, pada tahap ke dua (806-814 H), perekonomian mengalami hyper-inflasi. Inflasi terus meningkat dengan adanya bencana alam yaitu mengeringnya sungai Nil, sehingga panen gagal. Sebagai contoh, pada masa ini anak lembu dijual dengan harga 7000 dirham dimana harga resminya hanya 500 dirham. Tahap ketiga adalah dengan memperkenalkan kembali silver dirham sebagai mata uang pada masa Sultan Muaayad dan reformasi  moneter yang diusulkan oleh Al-Maqrizi. Pada akhir masa pemerintahan sultan Muaayad, ekonomi mengalami penurunan
  

Istilah Uang dalam khazanah hukum Islam :

Dalam khazanah hukum Islam uang dikenal dengan berbagai nama atau istilah yaitu :
  1. Nuqud (bentuk jamak dari naqd)
  2. Atsman (bentuk jamak dari tsaman)
  3. Fulus (bentuk jamak dari fals)
  4. Sikkah
  5. Umlah
Ulama fiqih pada umumnya menggunakan istilah nuqud dan tsaman

Pengertian  Nuqud
Beberapa pakar ekonomi Islam mendefisinsikan istilah Nuqud sebagai :
·   “ Semua hal yang digunakan oleh  masyarakat dalam melakukan transaksi, baik Dinar emas, Dirham perak maupun fulus tembaga (Muhammad al-Sayyid’Ali, al-Nuqud wa al-Sikkah, (Mansyurat al-Maktabah al-Haidariyah, 1967), h.44).
·     “Segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai media pertukaran dan pengukur nilai (‘Auf Mahmud al-Kafrawi, al-nuqud wa al-Masharif fi al-Nidzam al-Islami, (t.t: Dar al-Jami’at al-Mishriyah, 1407 H), h. 14; definisi serupa dikemukakan oleh Ibnu Mani’ yang menegaskan bahwa uang boleh terbuat dari bahan jenis apa pun[6], “Nuqud adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat, baik terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, dan diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas.” (Muhammad Rawas Qal’ah Ji, al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashirah fi Dhau’ al-Fiqh wa al-Syari’ah, (Beirut: Dar al-Nafa’is, 1999), h. 23.).

Syarat minimal sesuatu dipandang sebagai uang

Menurut Muhammad Rawas Qal’ah Jiada beberapa syarat sesuatu komoditi dapat disebut sebagai uang yaitu:
1.   Substansi benda tersebut tidak bisa dimanfaatkan secara langsung melainkan hanya sebagai media untuk memperoleh manfaat

2.   Dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki otoritas  untuk menerbitkan uang seperti bank sentral

Istilah dalam  Al-Qur’an untuk menunjukkan uang atau fungsinya :

DIRHAM ;            QS. Yusuf (12) ayat 20 : “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga   yang murah, yaitu beberapa dirham saja…”.
DINAR ;               QS. Ali ‘Imran (3) ayat 75 : “Di antara Ahli Kitab ada orang  
                           yang  jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang 
                          banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada 
                          orang yang  jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, 
                          tidak  dikembalikannya padamu, kecuali jika kamu selalu
                         menagihnya…”

Istilah dalam  Al-Qur’an untuk menunjukkan uang atau fungsinya :
EMAS ;                QS. at-Taubah (9) ayat 34 : “…Dan orang-orang yang  
                           menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada  
                           jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa  
                           mereka akan mendapat) siksa   yang pedih.”
                           QS. Ali ‘Imran (3) ayat 91 : “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah  akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu...”.

      PERAK ;              QS. Ali ‘Imran (3) ayat 14 : “Dijadikan indah pada (pandangan) 
                                  manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:  
                                  wanita- wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis  
                                 emas, perak…”;
                                 QS. al-Kahf (18) ayat 19 :  “…Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini..”.

Fiqh atas uang dinar (emas) dan dirham (perak)

Ulama fiqih mempunyai dua pendapat mengenai penggunaan dinar dan perak sebagai uang yaitu menolak penggunaan komoditi lain diluar dinar dan perak dan membolehkan komoditi lain di luar dinar dan dirham sebagai uang.

MENOLAK Penggunaan uang selain dari bahan emas dan perak

Argumentasi kelompok yang menolak uang selain dari bahan emas dan perak adalah karena uang adalah masalah syari’ah yang pengaturannya tidak diserahkan                    oleh Allah kepada kehendak manusia. Allah telah memberikan batasan                          dan ketentuan serta menetapkan emas dan perak sebagai astman (harga,                          nilai) dan nuqud (uang) yang wajib digunakan, serta tidak                          memberlakukan hukum nuqud pada selain emas dan perak.”
           
Dasar argumentasi kelompok yang menolak penggunaan uang selain dari bahan emas  adalah :
1.  Interpretasi terhadap beberapa ayat Alquran :
   Beberapa ayat dalam Alquran menyebutkan emas dan perak berfungsi sebagai uang . Surat Al –Taubah :34 “… Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak  menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada                                mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”). Ayat lain,. Ali ‘Imran [3]: 14).: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia  kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, Dalam ayat ini, emas dan perak dinyatakan  sebagai sarana untuk mengukur nilai.
2. Sunnah Taqririya
    Ulama kelompok ini ini juga menginterpretasikan bahwa emas dan perak sebagai  
    unit pengukur atau alat pertukaran berdasarkan interppretasi Sunnah Tarriyya.  
    Rasulullah sa.w. menerima penggunaan emas dan perak dalam melakukan  
    transaksi ekonomi di Mekkah dan Madinah.
3. Berdasarkan ibadah/mu’amalah yang didasari atas emas dan perak. Sebagai  
    contoh, perhitungan zakat harta/uang berdasarkan perhitungan atas emas dan  
    perak.
4. Ijma sahabat dengan melihat pada zaman kekalifahan sesudah Nabi Muhammad  
    SAW wafat mereka tetap menggunakan emas dan perak sebagai alat  
    pembayaran atau uang.
5. Berdasarkan realitas bahwa Islam melarang pria memakai perhiasan dari emas  dan perak serta pendapat Al-Maqrizi bahwa untuk mencapai sistem moneter  
    Islam yang stabil, kita membutuhkan alat ukur suatu nilai yang stabil. Emas dan  perak memenuhi kriteria tersebut.
             
Membolehkan Penggunaan uang selain dari bahan emas dan perak
Sementara itu, sekelompok ulama lain yang membolehkan penggunaan uang selain dari bahan emas dan perak berargumentasi  bahwa nuqud dan atsman adalah persoalan tradisi dan praktik yang digunakan oleh masyarakat dan tidak terbatas hanya  pada materi atau bahan tertentu. Kelompok atau ulama yang mendukung pendapat ini antara lain : Shaybani (Pengikut aliran Imam Hanafi), Ibnu Taymiyyah (pengikurt Imam Hambali), Yusuf Qardawi, M. Taqi Usmani, serta pendapat dari Contemporary Fiqh Councils. Dasar pemikiran ulama kelompok ini yaitu :

  1. Kaidah fiqh, “Hukum asal tentang sesuatu adalah boleh” Dalam konteks mata uang,  tidak satu pun dalil yang melarangnya; dengan demikian hukumnya menjadi boleh dengan status “halal asli” (al-hill al-ashli).
  2. Meskipun sunnah taqririyya mendukung bahwa emas dan perak adalah sebagai uang, namun itu tidak berarti bahwa hanya kedua komiditi tersebut yang diperbolehkan sebagai uang. Sebagai contoh, pada masa Khalifah Umar ibnu Khattab beliau pernah mengusulkan kulit unta sebagai uang. Namun usulan tersebut ditentang oleh sahabat antara lain karena pertimbangan dikhawatrikan unta akan menjadi langka.
  3. Kaidah fiqh menyatakan, “Al-‘Adah muhakkamah” (Adat dan kebiasaan menjadi acuan hukum). Ketika Islam memberlakukan dan mengatur mata uang emas dan perak, hal itu disebabkan keduanya adalah mata uang yang berlaku dan menjadi alat ukur nilai (harga) di tengah-tengah masyarakat.
  4. Prinsip ibahah yaitu sesuatu diperbolehkan keculai dilarang dalam Al-Quran atau sunnah. Berkenaan tidak ada satu ayat pun maupun sunnah yang melarang komoditi lain sebagai uang, maka uang tidak hanya emas dan perak.
  5. Masalah uang merupakan mashalih mursalah, yakni suatu kemaslahatan 
      yang  tidak ada dalil khusus yang melarang atau memerintahkan untuk 
            mewujudkannya.
       6. Tujuan dari shariah adalah untuk membuat kemudahan bagi manusia, tidak kesukaran. Ada kemungkinan kelangkaan atas emas dan perak sebagai uang kalau uang dibatasi hanya emas dan perak karena adanya keterbatasan dari tersedianya kedua komoditi tersebut dalam memenuhi kebutuhan transaksi keuangan umat manusia karena perkembangan ekonomi yang semakin meningkat secara global. Sehubungan dengan itu, penggunaan komoditi lain sebagai uang masih dimungkinkan.
 



 Otoritas Penciptaan Uang

Uang telah lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat. Penerbitan uang lazimnya dilakukan oleh Pemerintah atau otoritas moneter karena bertindak sebagai lembaga yang mempunyai wewenang untuk menciptakan dan mengedarkan uang. Penciptaan uang kertas pertama kali pada awal abad ke-9 di Cina (Suseno dan Solikin, 2004), sejak itu teknologi pencetakan uang terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi.
Dalam perekonomian moderen, dalam suatu pemerintahan yang struktur kelembagaannya sudah tertata dengan baik, penguasa negara menetapkan lembaga yang  mempunyai wewenang dan memegang peranan utama dalam penciptaan uang, yang meliputi kegiatan pengeluaran dan pengedaran uang. Hal ini terjadi tidak lain karena keberadaan uang dianggap mewakili keberadaan negara yang bersangkutan. Sangatlah wajar apabila ditetapkan lembaga yang atas nama negara atau pemerintahan yang berwenang untuk menciptakan uang. Pada umumnya, lembaga ini dikenal sebagai otoritas moneter atau bank sentral. Dengan semakin tumbuh dan berkembangnya suatu pemerintahan, terutama dengan semakin meningkatnya kegiatan perekonomian suatu negara, keberadaan lembaga yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan masalah uang tersebut semakin dibutuhkan.

Hampir setiap negara di dunia mempunyai lembaga yang bertugas untuk melaksanakan fungsi otoritas moneter, yang salah satunya adalah mengeluarkan dan mengedarkan uang. Di Indonesia fungsi tersebut sesuai dengan undang-undang yang berlaku, Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Fungsi otoritas moneter di berbagai negara pada umumnya juga dilaksanakan oleh bank sentral negara yang bersangkutan, misalnya di Malaysia dilakukan oleh Bank Negara Malaysia, di Thailand oleh Bank of Thailand, dan di Inggris oleh Bank of England. Meskipun demikian, di beberapa negara, selain bank sentral, Treasury department juga mempunyai wewenang dalam melaksanakan fungsi otoritas moneter. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, selain bank sentral (the Federal Reserve), Departemen Keuangan (Treasury Department) juga mempunyai wewenang untuk menciptakan uang dengan pecahan logam tertentu (Hubbard, 2002).





Uang beredar

Dalam sehari-hari sering didengar istilah uang beredar. Secara sederhana uang beredar dapat dikelompokan kedalam uang beredar dalam arti sempit (M1) dan dalam arti luas (M2). Uang beredar dalam arti sempit (M1) dapat didefinisikan sebagai kewajiban sistem moneter[7] yang terdiri atas uang kartas dan uang giral. Sementara uang beredar dalam arti luas (M2) atau likuiditas perekonomian adalah kewajiban dari sistem moneter yang meliputi uang kartal, uang giral, serta uang kuasi.
            Uang kartal terdiri atas uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan oleh suatu bank sentral atau otoritas moneter sebagai alat pembayaran yang syah di suatu negara. Uang giral adalah simpanan (tabungan) milik penduduk pada sistem moneter yang terdiri atas rekening giro, kiriman uang (transfer), serta kewajiban segera lainnya antara lain simpanan berjangka yang telah jatuh waktu. Sementara uang kuasi adalah simpanan dan valuta asing milik penduduk pada sistem moneter yang untuk sementara waktu kehilangan fungsinya sebagai alat tukar. Uang kuasi tersebut terdiri dari simpanan berjangka dan tabungan dalam rupiah (untuk Indonesia) serta simpanan dalam valuta asing lainnya.


Teori Permintaan Uang

Teori permintaan uang sudah lama dikenal dan mengalami perkembangan-perkembangan dari waktu ke waktu. Secara garis besar teori mengenai uang dapat dikelompokkan kedalam traditional quantity theory of money dan modern quantity theory of money.

Traditional quantity theory of money

The quantity theory of money adalah teori uang yang cukup lama dan sangat sederhana menggambarkan tentang peranan uang dalam ekonomi makro. Teori yang dikemukakan oleh Richard Cantillon pada 1734 pada hakekatnya terdiri dari dua proposisi yaitu :
(1) Peningkatan uang di suatu negara akan menyebabkan masyarakat untuk meningkatkan pengeluaran mereka lebih besar dan
 (2) Peningkatan pengeluaran masyarakat tersebut akan meningkatkan pendapatan nasional nominal (GNP).


The Transaction –Velocity Approach

Pernyataan quantity theory di atas  kemudian dirumuskan oleh Irving Fischer dengan persamaan yang disebut equation of exchange yang secara sederhana dapat ditulis sebagai berikut :
            MV = PT  (1)
dimana :         M = Jumlah uang yang beredar dalam perekonomian
                        V  = Kecepatan perputaran uang (Velocity of money)
                        P  = Tingkat Harga
                        T  = Banyaknya transaksi per satuan waktu
Bila kita mengassumsikan  V konstant, maka peramaan dapat dibuat menjadi
            P = M V          (2)
                    T
Tingkat harga akan tetap bila pertumbuhan uang beredar dimasyarakat sama dengan pertumbuhan T.

Cash Balance approach

Pendekatan teori cash balance yang dipeolopori oleh A.C.Pigo (1877-1959), Professor pada Cambridge University, masih menggunakan suatu identiti seperti equation of exchange yaitu .
            MV = PT
            M    = PT   atau    (3)
                        V
            M     = 1  (PT) kemudian  (4)
                        V
            k      = 1                (5)
                        V
            Substitusikan k ke persamaan (4) maka
            M    = kPT (Cambridge equation)  (6)

Meskipun persamaan 1 dan 6 kelihatan sama dalam persamaan, namun bila dilihat dari analisis ekonomi ada mempunyai perbedaan. Pertama, dalam Cambride equation, simbol k merupakan reciprocal dari velocity (k = 1/V).
Sebagai contoh, misalnya volume penjualan PT dalam ekonomi setahun sebesar Rp15.000 miliar, dan money supply sebesar Rp3000 miliar. Dari informasi ini maka dapat kita peroleh V atau perputaran uang sebesar 5 yaitu
            MV = PT
            3000 V = 15.0000
            V = 15.000/3000

Bila di lihat dari cash balance maka, ditemukan angka 1/5 yaitu masyarakat secara rata-rata memegang 1/5 dari volume penjualan setahun dalam bentuk cash balance yaitu
            M = kPT
            3000 = k 15.000
            k  = 3000/15.000
            k = 1/5
Kedua, dalam cambridge equation dimana
M = kPT
Sisi kiri dalam ekonomi disebut supply akan uang , sedangkan sisi kanan adalah fraction dari volume penjualan dalam perekonomian dimana masyarakat memegang dalam dalam bentuk cash balance atau dikenal sebagai permintaan akan uang. Bila bank sentral meningkatkan uang beredar dari Rp3000 miliar menjadi Rp4000 miliar, maka k akan meningkat dari 1/5 menjadi 4/15. Hal ini berarti masyarakat akan memegang cash balance yang lebih besar dan akan mendorong pengeluaran sehingga akan mendorong harga.

Income version dari Persamaaan Cambridge

Meskipun persamaan uang versi Cambridge  dimana M =kPT sangat menarik untuk dianalisis, namun dalam prakteknya sering dipertanyakan. Pertama, menyangkut mengenai masalah pengukuran. Dalam sehari-hari sangat sulit untuk mengukur T atau seluruh transaksi dalam ekonomi yang terjadi pada periode tertentu. Demikian juga dengan P sebagai ukuran harga rata-rata dari transaksi yang terjadi dalam perekonomian. Kedua, ada ketidak jelasan mengenai apa yang harus diukur dari P dan T. Pengukuran T termasuk ddidalamnya adalah transaaksi dari penjualan rumah, kendraaan lama yang dalam masyarakat tidak mengakibatkan peningkatan kesejahteraan. Ekonom terutama tertarik dengan pengukuran dari barang dan jasa yang baru.
            Sehubungan dengan argumentasi tersebut, maka para ekonom menggantikan persamaan PY dengan gross national product (GNP) dengan persamaan sebagai berikut :

            Y = nominal national income
            y = real national income
            P = Implicit dari deflator harga GNP
Dimana berdasarkan definsi
            Y = Py atau
Nominal income sama dengan pendapatan real dikalikan dengan indeks harga.
Selanjutnya Cambridge equation dapat ditulis ulang dengan
            M = kY atau (7)
            M = kPy       (8)
Persamaan ini dinamakan Income version yang memberikan nuansa baru terhadap traditional quantity theory of money. Dengan persamaan baru ini maka dapat dinyatakan permintaan akan uang adalah proportional terhadap nominal national income.

Persamaan (8) dapat ditulis ulang dengan
            M = ky
            P
M/P dinamakan real cash balance atau nilai daya beli uang . Jadi jika jumlah uang beredar tetap, dan harga meningkat dua kali, maka real cash balance akan menjadi separuh dari sebelum peningkatan harga. Implementasi dari persamaan ini, meskipun bank sentral misalnya dapat menjaga jumlah nominal uang yang beredar, namun dia tak akan mampu mengontrol real cash balance.

Kritik-kritik terhadap Traditional Quantity Theory
Traditional quantity theory mengenai uang mendapat kritik terutama setelah terbitnya buku J.M.Keyness” General Theory ofEmployment, Interest and Money “ tahun 1936. Kritik tersebut berfokus kepada tiga aspek yaitu perilaku empiris dari k atau V, asumsi full employment, serta asumsi independensi daru M dan k atau V.

Perilaku empiris dari k (atau V)

Asumsi bahwa V atau k stabil karena  variable tersebut tergantung dari mekanisme pembayaran dan kebiasaan spending masyarakat yang diprakirakan tidak banyak berubah, dalam kenyataannya V  relatif tidak stabil di banyak negara. Ketidak stabilan V tersebut  antara lain karena semakin berkembangya produk keuangan dan semakin cepatnya pertumbuhan uang beredar terutama setelah sistem fiat money (pencetakan uang tidak lagi dikatikan dengan cadangan emas yang dimiliki suatu negara).

Asumsi full employment

Asumsi traditional quantity theory atas upah yang fleksibel sehingga dalam jangka panjang capitalist economy dalam keseimbangan dengan kondisi full emplyment. Konsekewnsi dari asumsi full employment ini adalah peningkatan jumlah uang berdar di masyarakat akan berdampak terhadap peningkatan harga. Asumsi full employment dalam kenyataan tidak pernah tercapai (Keyness, 1936).

Independens dari M dan k (atau V)

Salah satu kritik Keyness terhadap independens dari M dan k (atau V) terkait dengan theory Keyness mengenai tingkat suku bunga. Keyness theory tentang bunga mengatakan bahwa tingkat suku bunga ditentukan oleh supply dan demand akan uang. Keyness lebih lanjut mengatakan bahwa jumlah uang yang diminta adalah fungsi dari tingkat suku bunga (harga). Semakin rendah tingkat suku bunga maka semakin besar jumlah uang yang diminta.
Dalam cambridge equation dimana M = kY, bila M meningkat dan k dianggap konstant, maka peningkatan uang akan mendorong Y naik melalui harga. Keyness membantahnya dengan mengatakan bahwa jika M atau uang meningkat, maka k akan meningkat pula. Dalam grafik...., jika uang meningkat dari Ms0 ke Ms1, maka jumlah uang yang diminta juga meningkat dari K1 ke K2. Demikian juga suku bunga akan turun dari io ke i1. Keyness lebih lanjut mengatakan perubahan tingkat suku bunga dan uang tersebut tidak otomatis mengakibatkan peningkatan Y tetapi diadjust melalui perubahan k.

Modern Quantity Theory of Money

The Quantity Theory of milton Friedman       

Milton Friedman, salah seorang pemenang nobel ekonomi, melihat permintaan akan uang berdasarkan pendekatan theory of consumer choice. Friedman melihat ada lima faktor yang menentukan permintaan akan uang yaitu (1) utility of money balances, (2) tingkat harga, (3) tingkat real income (4) tingkat suku bunga , serta (5) tingkat perubahan dari harga.
Secara sederhana permintaan akan uang Friedman dapat ditulis
            Md = f(U,P, y,i, P) dimana (1)
            U = utility of money balances
            P = tingkat harga
            y = tingkat real income
             i = tingkat suku bunga
            P = perubahan tingkat harga
Model di atas disederhanakan dengan mengeluarkan beberapa variable. Variable U, utility of money balances, diasumsikan stabil oleh karena itu dikeluarkan dari model. Demikian juga dengan variable P dot, karena Friedman menganggap Amerika Serikat tidak pernah mengalami hyper- inflasi.  Sehubungan dengan hal tersebut, maka model permintaan akan uang Friedman menjadi
            Md = f (P,y,i) (2) dimana
           
P adalah tingkat harga,
y adalah real income
i adalah tingkat suku bunga
Persamaan (2) kemudian disederhanakan menjadi
Md = a Pybic   (3)(358) dimana
a, b dan c adalah konstanta yang akan ditentukan oleh analisis regresi.
Dengan mengasumsikan bahwa ekonomi akan melakukan penyesuaian dengan cepat terhadap ketidaksemimbangan, maka diasumsikan apabila ada perubahan dari money supply, maka permintaan akan uang melakukan penyesuaian dengan cepat pula. Secara aljabar  dapat ditulis Md = Ms (4)
Substitusikan persamaan 4 ke 3, maka
Ms = aPybic (5) ....hal 359 untuk sederhana, persamaan ditulis
M = aPybic (6) kemudian kedua sisi dibagi dengan P, maka
            M/P = aybic (7)
M/P adalah real money balances dan persamaan tersebut dapat ditulis menjadi
Log M/P = log a + b (log y) + c (log i)               (8)

Persamaan 8 ini sering digunakan dalam menghitung permintaan akan uang oleh banyak peneliti.

 Supply uang
Ada beberapa pihak yang dapat mempengaruhi proses penciptaan uang atau supply uang di masyarakat. Pihak-pihak  yang terlibat tersebut dapat kita kelompokkan menjadi empat kelompok utama yaitu (1) otoritas moneter (bank sentral) (2) Pemerintah (3) bank umum dan (4) masyarakat atau sektor swasta domestik.

Penciptaan uang primer oleh otoritas moneter atau bank sentral

Pada hampir seluruh negara, otoritas moneter atau bank sentral diberikan wewenang untuk mengedarkan uang kertas dan logam guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan juga sebagai lender of the last resort. Berkenaan dengan pengedaran uang bank sentral biasanya bersifat pasif sesuai dengan kebutuhan masayarakat. Sebagai lender of the last resort, atau fungsi Bank Sentral dalam membantu bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas sementara, Bank Indonesia dapat memberikan pinjaman kepada bank-bank. Hal ini dilakukan Bank Sentral  dengan mememberikan pinjaman atau mendebet rekening bank yang sedang butuh likuiditas tersebut. Tindakan ini otomatis menambah uang beredar.
            Disamping itu, bank sentral juga menerima simpanan giro bank umum terutama untuk memenuhi kewajiban giro minimum yang harus bank-bank pelihara di bank sentral atas dana pihak ke tiga yang mereka himpun. Pemerintah pada umumnya juga memelihara rekening giro di bank sentral karena bank sentral sebagai kasir pemerintah dalam rangka pelaksanaan anggaran.
            Uang kartal yang berada di masyarakat dan bank umum serta giro bank umum di bank sentral tersebut dinamakan uang primer uang inti (suseno dan Solikin, 2002). Di Indonesia, uang primer didefinisikan sebagai kewajiban otoritas moneter (Bank Indonesia) terhadap sektor swasta domestik dan bank umum Bank yang terdiri dari uang kertas dan logam yang berada di luar bank Indonesia serta simpanan giro bank umum di Bank Indonesia.


Faktor-faktor yang mempengaruhi uang primer

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi uang primer dapat dilihat dari neraca otoritas moneter. Neraca otoritas moneter adalah neraca bank sentral yang dikonsolidasikan sedemikian rupa sehingga sisi pasiva merupakan komponen uang primer dan sisi aktiva adalah faktor-faktor yang mempengaruhinya.



Neraca Otoritas Moneter
Aktiva
Pasiva
Aktiva Luar Negeri Bersih                                            (ALNB)
Aktiva Dalam Negeri Bersih                                        (ADNB)
  i.            Tagihan bersih pada pemerintah pusat
 ii.            Tagihan pada sektor swasta domestik
iii.            Tagihan pada bank umum
iv.            Aktiva Lainnya Bersih
                                                                           
Uang kartal
- di masyarakat                          (C)

- di bank umum
Saldo giro                                    (R)
v.                   miliki bank umum
vi.                   milik masyarakat
                                                 

Dari neraca sederhana otoritas moneter tersebut dapat terlihat bahwa sisi pasiva adalah merupakan komponen uang primer yang terdiri dari (i) Uang kertas dan logam yang beredar di masyarakat maupun yang ada di kas bank umum, dan (ii) Saldo rekening giro atau cadangan milik bank umum dan masyarakat di Bank Indonesia
Sementara itu, sisi aktiva neraca otoritas moneter mencatat faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan uang primer, yaitu:
(i)  Aktiva Luar Negeri Bersih/ALNB (net foreign assets)
ALNB adalah netto dari transaksi luar negeri pemerintah antara lain akibat penarikan pinjaman luar negeri maupun pembayaran utang luar negeri maupun kewajiban lainnya dalam valuta asing.
(ii) Aktiva Dalam Negeri Bersih (net domestic assets)
Faktor ini bersumber dari transaksi dalam bentuk mata uang domestik yang dilakukan oleh pemerintah, sektor swasta domestik, dan bank umum. Transaksi oleh pemerintah antara lain berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang tercermin dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Sementara itu, tagihan kepada sektor swasta domestik dan bank umum antara lain berkaitan dengan pemberian bantuan likuiditas dalam rangka pelaksanaan fungsi lender of last resort.
(iii)   Aktiva Lainnya Bersih (net other items)
Faktor atau sumber ini merupakan pos yang disediakan untuk menampung berbagai pos yang tidak dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok yang telah disebutkan sebelumnya. Salah satu contohnya adalah pos Modal dan Cadangan, serta SBI yang dimiliki oleh bank-bank.


       Penciptaan uang oleh Bank Umum dan perlipatan gandaan uang

Dalam perekonomian suatu negara ,Bank umum mempunyai peranan yang penting dalam pencipataan uang beredar. Bank umum mempunyai kemampuan untuk menciptakan uang giro dan uang kuasi melalui sistem perbankan.



Faktor-faktor yang mempengaruhi uang beredar

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi uang beredar dalam arti sempit  (M1) atau uang beredar dalam arti luas ( M2), dapat dilihat dari neraca sitem moneter moneter. Neraca sitem moneter moneter adalah neraca analitis yang merupakan konsolidasi dari neraca otoritas moneter dan neraca gabungan bank umum (Statistik Ekonomi keuangan Indonesia).

            Disisi pasiva neraca, neraca sistem moneter ini meggambarkan jumlah uang yang beredar yang merupakan kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik (penduduk). Sementara sisi aktiva neraca menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar yang terdiri dari atas sektor luar negeri bersih, tagihan bersih kepada Pemerintah, tagihan bersih kepada sektor swasta, serta faktor lainnya bersih.


Neraca sistem Moneter
Aktiva
Pasiva
Aktiva Luar Negeri Bersih                                              
Tagihan bersih pada pemerintah pusat
Tagihan pada sektor swasta domestik dan perorangan
Tagihan pada lembaga Pemerintah dan BUMN
 Lainnya bersihAktiva Lainnya Bersih
                                                                           
Uangkartal di masyarakat                           (C)
Uang Giral                                                (D)
Uang beredar dlm artis sempit (M1)
Uang kuasi                                               (T)
Uang beredar dalam arti luas (M2)
            Kewajiban sistem monterner yang terdiri dari dari uang kartal dan giral , disebut uang beredar dalam arti sempit (M1). Bila M1 ditambahkan dengan uang kuasi maka didapat uang beredar dalam arti luas (M2) atau likuiditas perekonomian.
            Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai alat pembayaran sah di Indonesia. Uang giral adalah simpanan rupiah milik penduduk pada sistem moneter yang terdiri atas rekening giro, kiriman uang (transfer, dan atau kewajiban segera lainnya yang telah jatuh waktu. Sementara itu, uang kuasi merupakan simpanan rupiah dan valuta asing milik penduduk pada sistem moneter yang terdiri atas simpanan berjangka dan tabungan dalam rupiah, serta simpanan dalam valuta asing lainnya.

Uang dan Ouput

Dilihat dari segi waktu, ada dua hal penting yang terkait antara uang, inflasi dan output. Pertama, dengan melihat data historis baik jangka panjang maupun pendek dari hubungan antara variable –varible tersebut dapat dievaluasi model teori tentang uang. Kedua, dengan melihat data empiris diharapkan dapat mereview mengenai pengaruh uang, kebijkana moneter atas kegiatan ekonomi  (Walsh, 2001 halaman 19).

Hubungan jangka Panjang

Banyak kajian jangka panjang yang dilakukan untuk melihat  hubungan antara uang inflasi dan output. Salah satunya adalah kajian dari McCandless dan Weber (1995). Dari hasil studi kedua ekonom tersebut selama 30 tahun dengan data 110  negara ada beberapa hal yang dapat disimpulkan. Pertama, hubungan antara inflasi dan pertumbuhan uang beredar bervariasi antara 0,92 dan 0,96 tergantung dari definisi uang yang digunakan oleh negara-negara yang diteliti. Hubungan yang sangat kuat antara inflsi dan pertumbuhan uang beredar ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti lainnya dengan menggunakan sample data yang lebih kecil seperti Lucas (1980), Geweke (1986)., serta Rolnick dan Weber (1994). Hubungan yang konsisten ini mendukung salah satu teori uang “perubahan pada pertumbuhan uang akan mendorong tingkat perubahan inflasi (Lucas, 1980).
            Kesimpulan kedua McCandless dan Weber tentang studi mereka adalah mengenai tidak adanya korelasi antara inflasi atau pertumbuhan uang dengan pertumbuhan real dari output. Jadi ada banyak negara dengan pertumbuhan output yang rendah dengan pertumbuhan uang yang rendah, serta inflasi yang rendah pula. Ada pula negara-negara dengan pertumbuhan yang rendah, dan pertumbuhan uang dan inflasi yang tinggi. Kesimpulan ini tidak sekuat antara hubungan pertumbuhan uang dan inflasi. Sebagai contoh, McCandless melaporkan bahwa pada negara-negara OECD terdapat korelasi yang positif antara real output growth dengan pertumbuhan uang, namun, tidak dengan inflasi. Sementara itu, Meguire dan Kormedni (1984) dengan sample pada 50 negara dan  Geweke (1986), engan data  Amerika Serikat menemukan tidak ada hubungan jangka panjang antara tingkat pertumbuhan uang dengan pertumbuhan output real.

Hubungan jangka pendek

Berbeda dengan studi  jangka panjang yang ingin melihat tingkat konsistensi hubungan antara suatu variable dengan variable lainnya, dalam jangka pendek yang diamati adalah  keterkaitan antara uang dengan respons dari kebijakan moneter yang diambil oleh suatu negera yang akan berdampak terhadap besaran-besaran moneter seperti tingkat suku bunga, nilai tukar ,inflasi dan pertumbuhan output real. Sehubungan dengan respon kebijakan moneter serta faktor penyebab distorsi ekonomi    berbeda beda antara negara, maka dampak dari kebijakan moneter antar negara juga sangat bervariasi.
Berdasarkan studi Friedman dan Schwartz (1963) atas hubungan antara uang dan business cycle dengan menggunakan periode 100 tahun di Amerika Serikat, mereka menyimpulkan bahwa uang (M2) mempunyai pengaruh terhadap fluktuasi business cycle. Tingginya pertumbuhan uang beredar akan mengakibatkan tingginya pertumbuhan real output.  Namun, hubungan yang positif tersebut semakin berkurang setelah tahun 1982 (B.Friedman dan Kuttnerr, 1992). Perubahan hubungan tersebut berdampak terhadap strategi kebijakan moneter yang diambil oleh Federal Reserves.
             

REFERENSI

1. Lucket, Dudley G”Money and Banking” Second Edition- McGraw-Hill  
    International Book Company,1981.
2. Walsh, Carl E “Monetary Theory and Policy”, Massaachusetts Institute of  
   Technology, 2001.
3. Kahf, Monzer “ Riba as Described in the Qur’an and Sunnah
4. Chapra, M.Umer” Towards a Just Monetary System” The Islamic Foundation,  
    1985.
5. Chapra, M. Umer” Monetary Policy in an Islamic Economy”International Centre for Research in Islamic Economic King Abdul Aziz University, Jeddah and Institute of Policy Studies, Islamabad,, 1983
6. Chown, John F” A History of Money” Routledge and th Institute of Economic Affair, 1994.
7. Meera, Ahamed Kameel Mydin, “ The Islamic Gold Dinar” Pelanduk Publications (M) Sdn Bhd, Selangoer Malaysia, 2002.
8. Banking and Finance Islamic Concpet, Edited by Mukhtar Zaman, International Association of Islamic Banks, Karachi, Pakistan.
9. Saud, Mahmud Abu, “ Money, Interest and Qirad, International Centre for Research in Islamic Economics- King Abdul Aziz University, Jedah , 1980
10. Duncan Richard, “The Dollar Crisis, Causes , Consequences, Cures” John Wiley & Sons (Asia)Pte Ltd.
11. Ali Sakti “ Uang dalam Perspektif Islam, 2005
Humayon A.Dar and John R.Presley,” Islamic Finance : A Western Perspective, International Journal of Islamic Financial Services Vol.1 No.1
12. Solikin dan Suseno” Uang : Pengertian, Penciptaan dan Peranannya dalam Perekonomian.” Bank Indonesia -Seri Kebanksentralan No.1, 2002.
13. Mohd. Dali, Nuradli Ridzwan Shah’’ The Flexible Model, Gold Dinar and Exchange Rate Determination, 2004.
Usmani, Muhammad Taqi. An introduction to Islamic Finance> Idaratul Ma’Arif, Karachi, Pakistan1999.
15. Samuelson, Paul. Economics, 4th Edition, 1958. MCGraw-Hill, N.Y.
16. Ibn Hazam: Al Muhalla, dalam Ahamd, Khurshid. Studies in Islamic Economics. International Centre for Research in Islamic Econoics, King Abdul Aziz University, Jeddah dan The Islamic Foundation, United Kingdom,1980.
17. Hubbard, R. Glenn. Money, the Financial System, and the Economy, 3rd ed. Addison-Wesley , 2002.






[1] R.S.White , Dictionary of Finance
[2] Tukar menukar antar barang untuk memenuhi kebutuhan individu atau masyarakat ketika uang  belum dikenal sebagai alat pertukaran.
[3] US$ menjadi international currency utama karena Amerika telah menjadi negara super power dan memiliki perekonomian yang kuat di dunia pada waktu itu.
[4] Il-Ghazzali, Iya Ulum al-Din
[5] Ibn Taimiyah, AlFatwaal-Kubra
·          [6] lihat Ibnu Mani’, al-Waraq al-Naqdi, (Riyad: Mathabi’ al-Riyadh, 1971), h. 13-14.

[7] Sistem moneter terdiri dari otoritas moneter dan bank-bank umum. 

No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas koment anda yang Sopan dan Ramah...