BAHAYA RIBA BAGI PEREKONOMIAN MASYARAKAT
Oleh : Drs. Agustianto ,MA
Para
ekonom modern dewasa ini, telah menyadari secara empiris, bahwa bunga
mengandung mudharat, karena mengambil keuntungan tanpa memikul resiko atas
proyek usaha yang dikelola si peminjam adalah sebuah ketidakadilan dan ini
dapat menimbulkan berbagai krisis, karena itu, tidak mengherankan jika banyak
pakar ekonomi yang berkeyakinan bahwa krisis ekonomi ini disebabkan oleh sistem
ribawi. Fakta, kini telah membuktikan bahwa sistem riba banyak menimbulkan
bencana di berbagai negara dan berbangsa. Negara-negara penghutang dijerat
hutang yang besar 30 % di antaranya adalah hutang bunga. Itu bukan saja atas modal yang dipinjam, tetapi
juga bungan atas bunga. Inilah yang disebut dengan bunga yang berlipat
ganda.
Ekonom
ternama, Lord Keyness, menyimpulkan bahwa suku bunga yang tinggi menyebabkan
macetnya pasar atau terhentinya kegiatan industri dan kemudian secara negatif
mempengaruhi penerimaan yang merupakan sumber produksi. Penyimpangan nasabah di
bank akan berjalan terus menerus, meski suku bunga turun sampai titik nol.
Dalam
memberikan tanggapan terhadap dampak bunga, ekonom kenamaan W.C. Mitchel dengan
tepat sekali menuturkan bahwa bunga memainkan peranan penting dalam
mengakibatkan timbulnya krisis. Pendapat senada di ungkapkan oleh Nurcholish
Madjid, yang menyatakan bahwa sistem ekonomi yang melanda Indonesia saat ini,
katanya, merupakan pengaruh global, kerena dunia dikuassi oleh sistem ekonomi
ribawi, ciptaan kapitalis. Di mana
negara kaya menghisap darah negara-negara miskin dengan pinjaman bunga.
Ekonomi global akan mempengaruhi setiap
negara, sehingga krisis yang dihadapi bangsa Indonesia tidak akan pernah
selesai bila diatasi sendiri. Sistem ekonomi riba menurutnya faktor utama ketimpangan
ekonomi antara Barat dan negara-negara berkembang. Antara orang-orang kaya dan
orang-orang miskin. Sistem iu memungkinkan terjadinya pemondahan kekayaan dalam
sekejap dari negara-negara berkembang kepada negara-negara kapitalis.
Akibat sampingan yang amat terasa adalah
terjadinya penumpukan asset dalam jumlah besar dan dikuasai segelintir
masyarakat. Sedangkan mayoritas rakyat tidak mendapat sumber kehidupan. Dalam
sistem ekonomi riba, terjadi pengalihan kekayaan secara mudah. Akibatnya orang
menjadi materialis secara rakus dan serakah.
Cara riba merupakan jalan usaha yang tidak
sehat, karena keuntungan yang diperoleh si pemilik modal bukan merupakan hasil
pekerjaan atau jerih payahnya. Adalah tidak adil, bila seorang kapitalis
(pemilik modal), meraup bunga dari modalnya, tanpa menanggung resiko sedikitpun
dalam sebuah usaha.
Dalam kenyataannya, pemilik uang tak
peduli apakah sipeminjam atau pengolah modal, untung atau rugi, yang penting
baginya adalah bunga sekian persen harus diterimanya.
Pada pinjaman sistem bunga, tak terdapat
kebersamaan dan kemitraan sebagaimana dlam sistem mudharabah. Pada sistem
bunga, keuntungan yang didapat dengan mengeksploitir orang lain yang pada
dasarnya lebih lemah daripadanya. Praktek semacam ini merugikan pengusaha kecil
sebaliknya menambah kekayaan bagi orang-orang kuat tanpa menanggung resiko
apapun. Akhirnya, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Dalam
perekonomian bebas bunga, pemecahan dan pengurangan penderitaan orang banyak
dapat direalisir secara adil.
Kerangka pemikiran tersebut sejalan dengan
pandangan para filosuf yang menyatakan bahwa harta tidak melahirkan harta, uang
tidak menelorkan uang. Harta baru dapat berkembang dengan cara bekerja dan
usaha jerih payah untuk kedua belah pihak dan kemaslahatan masyarakat, sehingga terealisir kehidupan
bersama yang adil antara harta dan kerja.
Pada dasarnya, keperluan akan pinjaman,
timbul karena kebutuhan ekonomi, utamanya kaum miskin. Hanya suatu masyarakat kaya yang bisa memberikan
pinjaman kepada masyarakat miskin. Karena itu, dikenakannya bunga dalam bentuk
apa saja pada pinjaman, adalah suatu pengingkaran terhadap prinsip universal
persaudaraan manusia yang harus saling menolong. Jadi, riba merupakan
penghisapan dari kebutuhan sesama saudara. Bunga telah merontokkan fitrah dasar
manusia untuk saling bantu dan mengasihi.
Dengan demikian, bunga menghancurkan
dasar-dasar kehidupan manusia yang fundamental, yaitu saling membantu dan
menolong. Bunga juga menjadikan manusia hanya mementingkan diri sendiri. Semua
orang dalam masyarakat seperti itu, mempunyai kecenderungan untuk bergumul
dalam segala sesuatu yang semata-mata didasarkan oleh materi/uang.
Selanjutnya, bunga secara signifikan
memicu inflasi. Untuk membayar utang,
peminjam harus menaikkan harga bunga yang harus dibayarkan. Dan untuk membayar
utang tersebut sering terjadi pemangkasan upah buruh.
Kemudian, harus diketahui bahwa dalam
ekonomi Islam, perdagangan menjadi salah satu faktor utama dalam proses
pembangunan. Dinamikanya dapat melalui kerjasama dan partisipasi. Sedangkan
konsep bunga adalah konsep yang menguntungkan satu pihak dan pemilik modal
cenderung mementingkan diri sendiri. Maka dari sudut pandang ekonomi dan etika,
bunga sesungguhnya meruntuhkan sendi-sendi kemanusiaan, tidak saling membantu,
egois dan individualistis yang pada akhirnya mencegah peningkatan sumberdaya
ekonomi.
Dengan demikian, suku bunga pinjaman dapat
menghalangi terciptanya tata perekonomia dunia yang baik dan adil. Dalam
ekonomi riba, tidak terwujud rasa kebersamaan, karena pemilik modal dalam
sistem bunga hanya mementingkan diri sendiri, tidak perduli pada resiko yang
dialami peminjam, apakah untung atau rugi. Yang penting bunga harus diserahkan
dalam jumlah tertentu.
Riba juga dapat menyebabkan kehancuran dan
kepapaan. Banyak orang yang kehilangan harta benda dan akhirnya menjadi fakir
miskin. Sebaliknya, pihak yang mempunyai modal, bisa memiliki harta orang lain
dengan cara mudah, tapi batil.
Uang Bukan Sebagai Komoditas
Selanjutanya, bunga mutlak menjadikan uang
sebagai komoditas. Sedangkan Islam menegaskan fungsi uang adalah sebagai alat
tukar (medium of change). Ekonomi kapitalisme adalah sebuah sistem yang
menjadikan uang sebagai komoditas, dimana uang diperjualbelikan dan menjadi
alat spekulasi. Hal ini sangat rawan terhadap peningkatan nilai mata uang
dollar yang pada gilirannya menimbulkan bencana di banyak negara. Proses
penurunan nilai mata uang lokal (seperti rupiah) terjadi sangat singkat yang
selanjutnya menghancurkan ekonomi suatu negara dan tentunya memiskinkan rakyat
banyak. Jadi kesimpulannya, bunga terbukti membuat krisis dan memiskinkan.
Dari uraian diatas jelas bahwa bunga telah
menghalangi dimanfaatkannya uang secara maksimal dan proporsional. Tanpa aktif
berinvestasi dalam produksi dan perdagangan, para pemilik uang yang meminjamkan
uang, telah tumbuh menjadi golongan kapitalis. Bahkan dengan kekuatan bunga
mereka menyita atau membangun sarana-sarana produksi seluas-luasnya. Bunga
memang menjadi kata kunci pertumbuhan dan penguatan golongan kapitalis. Bangkitnya
kapitalis memang merupakan akses utama sistem bunga, maka masyarakat biasa dan
terlebih yang miskin, harus tergantung hidupnya di bawah belas kasihan kaum
kapitalis. Karena itu, tidak ada kata yang bisa menjadi kesimpulan, kecuali ”Bunga
mutlak harus kita tinggalkan. Hijrah ke sistem syari’ah mutlak
kita lakukan.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas koment anda yang Sopan dan Ramah...