FORMULASI FIQH MUAMALAH SEBAGAI INSTRUMEN PENGENDALIAN MONETER BAGI BANK SENTRAL
Oleh : Agustianto
Perkembangan
industri perbankan syariah dalam satu
dasawarsa belakangan ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Jika sebelum
tahun 1999, jumlah bank umum syariah masih tunggal, yakni hanya Bank Muamalat dengan beberapa kantor
cabang, capem dan kantor kas, kini ada 21 bank syariah dengan jumlah pelayanan
kantor bank syariah sebanyak 611 (data Mei 2006). Dalam mengembangkan
produk-produk perbankan tersebut, telah dirancang dan dirumuskan bermacam
skim-skim syariah yang berasal dar fiqh muamalah, seperti mudharabah,
musyarakah, murabahah, ba’ salam, bai istisna’, ijarah, ijarah muntahiyah bit
tamlik, qaradh, kafalah, hawalah, wakalah, rahn dan sebagainya. Dewan Syariah Nasional
(DSN) juga telah mengeluarkan 54 fatwa yang pada umumnya berkaitan dengan
produk-produk bank syariah. Konsep-konsep fiqh mumalah tersebut juga telah
dipositivasasi oleh Bank Indonesia melalui PBI (Peraturan Bank Indoensia)
Sebagaimana perbankan
syariah, Bank Sentral, dalam hal ini
Bank Indonesia juga membutuhkan formulasi fiqh muamalah yang aktual,
relevan dan maslahah untuk menjalankan fungsi-fungsinya sebagai bank sentral.
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki banyak peran, di antaranya adalah melakukan pengendalian
moneter
Pengendalian moneter secara konvensional dilakukan dengan menggunakan
beberapa instrumen yaitu Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Fasilitas Bank
Indonesia (FasBI) dan fasilitas SBI Repo. Sementara itu, pada perbankan syariah
dilaksanakan dengan menggunakan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).
Pesatnya perbankan
syariah, menuntut adanya pengelolaan likuiditas melalui pasar uang antar bank
secara syariah. Pasar uang ini akan berdampak kepada kondisi moneter secara
keseluruhan. Bank Indonesia harus
mengantisipasi hal ini dalam melakukan pengendalian moneter. Dalam konteks ini,
istilah ekonomi keuangan dan perbankan untuk pengendalian ini dilakukan melalui Operasi Pakar Terbuka. Pengembangan instrumen
operasi pasar termuka merupakan salah satu faktor pendukung pengembangan
perbankan syariah melalui ketersedian alternatif instrumen yang memadai dalam
rangka optimalisasi pengelolaan likuiditas perbankan syariah.
Operasi Pakar Terbuka (OPT)
OPT adalah kegiatan yang dilakukan atas inisiatif
bank sentral dengan counterparts-nya
dalam rangka menyediakan atau menyerap likuiditas di pasar uang. Bank
sentral biasanya menyediakan likuiditas bagi pasar keuangan dengan melakukan
pembelian surat berharga (biasanya surat utang pemerintah), baik secara putus
(outright) atau secara repurchase
agreement (Repo). Sementara untuk melakukan penyerapan, bank sentral dapat
menerbitkan (surat berharga bank sentral) atau menjual surat berharga.
Penjualan surat berharga tersebut dilakukan dalam bentuk reverse repo.
Mekanisme ini biasanya digunakan di negara-negara yang pasar uangnya sudah
cukup maju.
Al-Quran dengan tegas menyatakan bahwa membuat
ukurean harua adil dan lurus. Ayat ini menutrut Umar Chpara mengindikasikan
bahwa Islam meniscayalkan akan stabiulitas mata uang. Para ulama sepakat, bahwa
mata uang harus stabil. Ukuran kurs anbta mata uang seharusnya juga stabil,
agar mudah melakukan lkegiuatan usaha dan melakukan prdiskis bisnis nbagi
masyarakat. Para inetelktal ekonomi kIslam kontremporer juga sepaskat akan pentingnya stabilitas
nilai tukar dan perlunya mencapai tujuan
tersebut dengan menggunakan instrumen moneter yang tepat
Selanjutnya
dengan megutip pendabfgab Al-Ghazali, parfa ahli ekonomi islam juga sepakat
bahwa uang bukan sebagai komoditi,
sebagaimana terdapat dalam kaedah fiqh ekonomi
النقود ليست سلعة
“Uang bukan komoditas”,
النقود
ألة التبادل المالي
Uang adalah alat tukar (medium of exchange)
Dalam konsep ekonomi Islam, nilai uang tidak mengalami pertambahan (ziyadah)
seiring perubahan waktu. Karena itu,
pemilik uang yang ingin menghasilkan return dari uang yang dimilikinya,
harus menginvestasikan uangnya itersebut
ke sektor riil yang produktif. Hal ini disebabkan karena Islam melarang
interest rate dalam perekonomian. kebijakan moneter dalam konteks ekonomi Islam mestinya
didasarkan pada stock of money
(kuantitas) daripada suku bunga. Bank
sentral dalam kebijakan moneternya seharusnya mampu menghasilkan pertumbuhan money supply yang cukup untuk membiayai
pertumbuhan output jangka menengah dan panjang dalam kerangka kestabilan harga.
Karena Islam melarang instrumen bunga, maka
instrumen pengendalian moneter yang digunakan adalah profit-loss
sharing (PLS). Berbicara
tentang PLS, berarti meniscayakan adanya usaha riil produktif yang dilakukan
untuk mencari laba. Sedangkan bank sentral lazimnya tidak berorientasi mencari
laba. Oleh karena itu, dengan diterapkannya sistem syariah dalam segala aktivitas
bank sentral, mau tidak mau, bank sentral
tersebut harus menyiapkan segala
suatu yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan moneter untuk bank syariah
termasuk menciptakan instrumennya. Penciptaan instrumen syariah untuk
pengendalian moneter yang berbeda dengan bank sentral pada umumnya, sebenarnya
tidak menjadi persoalan. Hal ini sama saja ketika bank syariah melakukan jual
beli dalam menjalankan bisnisnya. Ini juga sebenarnya berbeda dengan sistem
perbankan pada ummnya yang menjadikan bank sebagai lembaga intermediasi saja,
bukan lembaga yang dapat menjalankan bisnisnya dengan jual beli. Jadi seandainya
bank sentral memiliki usaha produktif yang riil, maka hal itu harus dilakukan,
guna menjaga kepatuhan kepada syuriah.
Konsep
fiqh muamalah yang dapat dijadikan instriumen untuk pengendalian moneter bagi
bank sentral antara lain, 1. Wadiah, 2. Musyarakah, 3. Mudharabah, 4. Ar-Rahn,
5. Al-Ijarah
1.Wadiah
Konsep wadiah adalah menitipkan
sesuatu kepada orang lain yang dipercayai. Titipan tersebut dapat dikelola
untuk menghasilkan oleh yang dititipi namun dapat juga tidak. Oleh karena
sifatnya titipan maka pihak yang dititipi tidak mempunyai kewajiban untuk
memberikan imbal hasil. Penerapan instrumen pengendalian
moneter berbasis syariah yang menggunakan prinsip wadiah digunakan di Indonesia
berupa Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan Malaysia berupa Wadiah
Interbank Acceptance (WIA). Adapun karakteristiknya adalah sebagai berikut:
a. SWBI
Instrumen ini digunakan untuk menyerap likuiditas dan terutama
diperuntukkan untuk perbankan syariah. Metode penyerapan dilakukan dengan
membuka window setiap hari kerja jam
10.00 s.d. 14.00 WIB. Instrumen tersedia dalam jangka waktu 7, 14, dan 28 hari
dan tidak dapat dicairkan sebelum jatuh waktu. Bank Indonesia dapat memberi
imbalan atas titipan ini ada dasar prinsip sukarela.
b. WIA
Sebagaimana SWBI, instrumen ini bersifat menyerap
likuiditas yang diperuntukan khusus bagi bank syariah. Karakteristik utama
instrumen ini adalah tidak dapat dicairkan sebelum jatuh tempo dan tidak
menjanjikan imbalan. Dalam hal Bank
Negara Malaysia memberikan imbalan, maka imbalan tersebut diberikan dalam
bentuk hibah. Besarnya imbalan untuk
sessi pagi didasarkan pada Pasar Uang antar Bank berdasarkan prinsip syariah
(PUAS), sementara untuk sessi sore mengacu pada kebijakan Bank Negara Malaysia
(lebih kecil dari sessi pagi).
Target lelang Wadiah Interbank
Acceptance didasarkan pada perkiraan likuiditas di perbankan syariah. Dalam hal penawaran lebih besar dari target
maka pemenang lelang ditentukan berdasarkan proporsi tertentu dari jumlah
titipan. Window dibuka sesuai kebutuhan yakni sessi pagi dengan metode
auction untuk tenor 1 minggu sampai dengan 3 bulan dan sessi sore melalui agen
untuk tenor overnight (O/N). Setelmen untuk sessi pagi diselesaikan pada
pukul 13.00, sedangkan untuk sessi sore diselesaikan pada pukul 18.00 waktu
setempat. Pengumuman imbalan untuk sessi
pagi dilaksanakan pada maturity date,
sedangkan untuk sessi sore dilakukan pada saat diterbitkan.
2. Musyarakah
Struktur
musharakah ini sebenarnya analog dengan bentuk joint venture, di mana
ada beberapa pihak yang sepakat bekerjasama dan masing-masing pihak memberikan
kontribusi (dana, keahlian, aset, dan lain-lain) yang akan digunakan dalam
kerjasama tersebut. Dalam kesepakatan tersebut masing-masing pihak juga setuju
baik mengenai pembagian keuntungan maupun risiko dari kerjasama tersebut.
Untuk
mengaplikasikan prinsip ini,
pemerintah/bank sentral suatu negara dapat melakukan kesepakatan
melakukan kerjasama dengan investor dimana investor berperan sebagai pihak yang
memberikan kontribusi dana. Atas kerjasama tersebut pemerintah menerbitkan
sertifikat atas kontribusi dana tersebut dan memberikan return berdasarkan prinsip bagi hasil. Dana tersebut dapat
digunakan pemerintah untuk investasi pada perusahaan-perusahaan publik atau
kegiatan pemerintah lainnya yang memberikan hasil yang kemudian return ditentukan berdasarkan bagi hasil
yang disepakati. Sementara untuk bank sentral, return didasarkan penghasilan dari aktiva produktif bank sentral
yang dapat diidentifikasi secara jelas misal fee dari kegiatan sistem
pembayaran, operasi valas, maupun dari fasilitas pembiayaan yang diberikan bank
sentral.
Negara
yang menggunakan mekanisme ini adalah Sudan yang dikenal sebagai Government Musharakah Certificate (GMC) dan Central Bank Musharakah Certificate (CMC).
Karakteristik MC ini adalah sebagai
berikut:
-
Berbasis ekuitas, karena berdasarkan
investasi pada kegiatan produktif;
-
Sertifikat ini dapat diperjualbelikan
dengan harga dapat lebih rendah, sama, atau lebih tinggi dari nilai nominalnya
tergantung ekspektasi atas kinerja perusahaan publik yang dijadikan tempat
investasi;
-
Tidak ada jaminan atas nilai nominal
investasi maupun laba atau rugi. Semuanya benar-benar didasarkan pada hasil
aktual kinerja investasi.
Mengingat
karakteristik MC yang dapat diperjualbelikan di pasar sekunder memungkinkan
Bank of Sudan menggunakannya untuk instrumen pengendalian moneter. CMC dapat langsung digunakan dan
berfungsi sebagai instrumen moneter, sedangkan untuk GMC baru dapat digunakan
sebagai instrumen setelah sebagian dari GMC yang diterbitkan pemerintah
ditransfer ke Bank of Sudan terlebih dahulu.
3. Mudharabah
Prinsip
Mudharabah adalah kerjasama dengan pembagian atas keuntungan (profit sharing
agreement) antara orang/pihak
yang memiliki dana (shahibul mal/surplus
unit) dan orang/pihak yang akan mengelola dana (mudharib/deficit unit). Pembagian keuntungan maupun risiko
antara kedua pihak tersebut dituangkan dalam suatu perjanjian. Struktur ini mirip dengan investment fund dimana dana dikumpulkan (pool)
dan dikelola oleh seorang manajer. Jangka waktu struktur ini bisa jangka
pendek, jangka menengah, maupun jangka
panjang.
Instrumen keuangan yang
digunakan sebagai instrumen pengendalian moneter berbasis syariah yang
menerapkan prinsip Mudharabah antara lain adalah:
a. National Participation Paper (NPP)
Instrumen ini dipergunakan di Republik Iran. Walaupun tidak secara langsung
menyebut menggunakan prinsip Mudharabah, namun secara mekanisme instrumen ini
menggunakan prinsip tersebut. Karakteristik dari NPP ini adalah surat berharga
pemerintah yang diterbitkan untuk menghimpun dana yang digunakan untuk proyek
pemerintah tanpa secara spesifik menunjuk pada suatu proyek tertentu. Adapun returnnya dapat merujuk pada pertumbuhan
GDP, rate of return proyek swasta ataupun
indeks lain yang mewakili. Surat berharga ini dapat diperjualbelikan sehingga
dapat digunakan sebagai instrumen pengendalian moneter.
b. Mudharabah Money Market Operations
Instrumen ini bersifat menambah likuiditas bank syariah (ekspansif). Karakteristik utama instrumen ini adalah
sebagai funding facility dari Bank
Negara Malaysia kepada bank syariah dengan prinsip bagi hasil (profit sharing). Jangka waktu instrumen ini bervariasi dari overnight (O/N) sampai dengan 7
hari. Besarnya nisbah bagi hasil
ditentukan oleh Bank Negara Malaysia berdasarkan gross profit before distribution investment 1 year dari bank
penerima dana.
4. Al Ijarah
Prinsip Al-Ijarah ini biasa dikenal
sebagai leasing adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa,
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah)
atas barang itu sendiri. Namun demikian prinsip akad Al Ijarah ini bisa
diperluas dengan ditambahkannya opsi pemindahan kepemilikan yang disebut dengan
al-ijarah al-muntahia bit tamlik
yaitu akad sewa yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan kepada penyewa.[1] Akad ini biasanya digunakan untuk pembiayaan pembelian mesin, kendaraan,
dan peralatan.
Penerbitan surat berharga atas transaksi yang
menggunakan prinsip yang kemudian dapat digunakan sebagai instrumen
pengendalian moneter adalah:
a. Sukuk Al Ijarah
Surat berharga ini diterbitkan untuk menghimpun dana yang digunakan untuk
proyek pemerintah yang dilakukan melalui bentuk sekuritisasi aset atas aset
berwujud pemerintah misal gedung, jalan tol, lapang terbang, dan lain-lain.
Sukuk dapat diperdagangkan di pasar sekunder sehingga dapat digunakan sebagai
instrumen pengendalian moneter. Negara-negara yang sudah menerbitkan Sukuk dan
menggunakannya sebagai instrumen pengendalian moneter antara lain adalah
Malaysia dan Bahrain. Surat berharga yang berbasis Sukuk Al Ijarah di Malaysia
adalah:
- Bank Negara Negotiable Notes
BNNN diterbitkan dengan prinsip Sukuk Al Ijarah.
Bank Negara Malaysia menjual asset yang dimiliki melalui lelang. Pemenang lelang membayar tunai secara discount, dan menjual kembali asset
tersebut at par (100%) secara kredit.
Berdasarkan transaksi tersebut, Bank Negara Malaysia menerbitkan Bank Negara Negotiable Notes dengan
sistem lelang yang diikuti hanya oleh bank syariah. Perdagangan instrumen ini di pasar sekunder
dapat dilakukan antar bank syariah atau antara bank syariah dan bank
konvensional.
Dalam penggunaan sebagai instrumen pengendalian
moneter, instrumen ini digunakan untuk menyerap likuiditas jangka pendek di
perbankan syariah. Adapun mekanisme
pelaksanan pengendalian moneternya menggunakan prinsip Bai al Inah (sell and purchase), diperdagangkan di pasar sekunder dengan
prinsip Bai ad Dayn (debt trading)
dan dapat direpokan ke bank sentral.
Penerbitan instrumen ini dilakukan dengan cara sekuritisasi asset dengan
tenor 2 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 1
tahun.
- Government Investment Issues
Pemerintah Malaysia menerbitkan Government Investment Issues melalui
Bank Sentral berdasarkan kebutuhan kas Pemerintah dan likuiditas perbankan.
Harga ditentukan berdasarkan expected
dividen yang diumumkan oleh Bank Negara Malaysia secara regular. Peserta lelang di pasar perdana hanya
diperuntukan bagi bank syariah.
Perdagangan di pasar sekunder dapat dilakukan antar bank syariah atau
antara bank syariah dan bank konvensional.
Instrumen ini bersifat menyerap likuiditas
perbankan syariah. Surat berharga ini
diterbitkan oleh Pemerintah Malaysia yang pada saat diterbitkan menggunakan
prinsip Bai al Inah (sell and purchase). Surat berharga ini memiliki tenor 2 sampai
dengan 5 tahun dan dapat diperdagangkan di pasar sekunder dengan prinsip Bai ad Dayn (debt trading). Di samping
itu Government Investment Issues
dapat direpokan ke Bank Sentral, baik oleh bank syariah maupun oleh bank
konvensional.
5.
Ar Rahn
Jenis transaksi dengan prinsip Ar-Rahn digunakan di Malaysia sebagai
instrumen pengelolaan moneter dan dikenal sebagai Ar Rahnu Agreement.
- Ar Rahnu Agreement
Instrumen ini bersifat menambah likuiditas
bank syariah (ekspansif). Karakteristik
utama instrumen ini adalah sebagai funding facility dari Bank Negara Malaysia
kepada bank syariah dengan jaminan surat berharga. Jangka waktu instrumen bervariasi mulai overnight (O/N) sampai dengan 1 (satu)
tahun. Imbalan ditentukan oleh bank
penerima dana dan merupakan hibah (gift). Apabila bank syariah tidak mampu membayar,
maka Bank Negara Malaysia akan menjual surat berharga yang dijaminkan. Kelebihan penjualan surat berharga dari pokok
pinjaman maka Bank Negara Malaysia akan mengembalikan kelebihan tersebut.
Bai al Inah Transaction
Instrumen ini muncul setelah Bank Negara Malaysia
menjual asset yang dimiliki kepada bank syariah secara forward dengan harga nominal plus profit rate. Pada saat yang sama, bank syariah menjual
kembali asset tersebut secara tunai kepada Bank Negara Malaysia pada harga at par (100%). Pada saat jatuh tempo, bank syariah akan membayar ke Bank Negara Malaysia
sebesar 100% plus profit rate.
Instrumen ini bersifat menambah likuiditas
perbankan syariah. Karakteristik utama
instrumen ini adalah sebagai funding
facility dari Bank Sentral kepada bank syariah dengan menggunakan prinsip Bai al Inah (penjualan dan pembelian
kembali asset Bank Negara Malaysia).
Fasilitas ini memiliki tenor overnight (O/N) sampai dengan 7 (tujuh)
hari.
Ini jangan dilakukan secara ba’i al-‘inah, karena
ba’ al-inah dilarang dalam Islam.
Penutup
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas koment anda yang Sopan dan Ramah...