QARDH DAN APLIKASINYA DI LEMBAGA KEUANGAN
ISLAM
Pendahuluan
Qardh
Qardh
adalah Akad pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak tertentu (Muqtaridh) yang
wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman. Muqridh dapat
meminta jaminan atas pinjaman kepada Muqtaridh. Pengembalian pinjaman dapat
dilakukan secara angsuran ataupun sekaligus.
Qardh yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apapun
karena meminjamkan uang untuk memperoleh imbalanadalah riba.
Qardh adalah meminjamkan harta kepada orang lain tanpa mengharap
imbalan. Dalam literatur fiqh, qard
dikategorikan sebagai aqd tathawwu’, yaitu akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Dalam rangka mewujudkan tanggung jawab sosialnya, bank Islam dapat memberikan fasilitas yang disebut qard al hasan, yaitu penyediaan pinjaman dana kepada pihak-pihak yang patut mendapatkannya. Atau dapat digunakan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan social. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan shadaqah. Secara syariah peminjam hanya berkewajiban membayar kembali pokok pinjamannya, walaupun syariah memperbolehkan peminjam untuk memberikan imbalan sesuai dengan keikhlasannya, tetapi bank sama sekali dilarang untuk meminta imbalan apapun.
dikategorikan sebagai aqd tathawwu’, yaitu akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Dalam rangka mewujudkan tanggung jawab sosialnya, bank Islam dapat memberikan fasilitas yang disebut qard al hasan, yaitu penyediaan pinjaman dana kepada pihak-pihak yang patut mendapatkannya. Atau dapat digunakan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan social. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan shadaqah. Secara syariah peminjam hanya berkewajiban membayar kembali pokok pinjamannya, walaupun syariah memperbolehkan peminjam untuk memberikan imbalan sesuai dengan keikhlasannya, tetapi bank sama sekali dilarang untuk meminta imbalan apapun.
Qardh-ul
Hasan Akad pinjaman dari bank
(Muqridh) kepada pihak tertentu (Muqtaridh) untuk tujuan sosial yang wajib
dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai
pinjaman.
pinjaman.
Pinjaman Qardh adalah penyediaan
dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan
peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu. Pihak yang
meminjamkan dapat menerima imbalan, namun tidak diperkenankan untuk
dipersyaratkan di dalam perjanjian.
Rukun Qardh;
* Peminjam
(Muqtaridh)
* Pemberi Pinjaman
(Muqridh)
* Dana (Qardh)
* Ijab qabul (Sighat)
Landasan syariah Qardh:
Ibnu
Mas’ud meriwayatkan bahwa : Nabi SAW berkata : "Tidaklah seorang muslim
yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah
(senilai) sadaqah" (HR. Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Baihaqi).
Dari
Anas berkata, berkata Rasulullah SAW : "Aku melihat pada waktu malam di
isra'kan, pada pintu surga tertulis : Sedeqah dibalas 10 kali lipat dan qard 18
kali. Aku bertanya: Wahai Jibril Mengapa Qard lebih utama dari sadaqah ? ia
menjawab : Karena peminta-minta sesuatu dan ia punya, sedangkan yang meminjam
tidak akan meminjam kecuali karena keperluan". (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi).
Ijma':
Kaum Muslimin telah sepakat akan bolehnya qard ini.
Lembaga Keuangan Islam
Lembaga Keuangan Syariah sebagai
bagian dari Sistem Ekonomi Syariah, dalam
menjalankan bisnis dan usahanya tidak terlepas dari saringan Syariah. Oleh
karena itu, Lembaga Keuangan Syariah tidak akan mungkin membiayai usaha-usaha yang di dalamnya terkandung hal-hal yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas, berkaitan dengan perbuatan mesum/ asusila, perjudian,peredaran narkoba, senjata illegal, serta proyek-proyek yang dapat merugikan
syi’ar Islam. Untuk itu dalam struktur organisasi Lembaga Keuangan Syariah harus
terdapat Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi produk dan operasional
lembaga tersebut. Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor prinsip-prinsip:
menjalankan bisnis dan usahanya tidak terlepas dari saringan Syariah. Oleh
karena itu, Lembaga Keuangan Syariah tidak akan mungkin membiayai usaha-usaha yang di dalamnya terkandung hal-hal yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas, berkaitan dengan perbuatan mesum/ asusila, perjudian,peredaran narkoba, senjata illegal, serta proyek-proyek yang dapat merugikan
syi’ar Islam. Untuk itu dalam struktur organisasi Lembaga Keuangan Syariah harus
terdapat Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi produk dan operasional
lembaga tersebut. Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor prinsip-prinsip:
1.
Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan
riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak;
2.
Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor
(penyimpan dana), dan pengguna
dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling
bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling
bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
3.
Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan
laporan keuangan secara
terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi
dananya;
terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi
dananya;
4.
Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama,
ras, dan golongan dalam
masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Lembaga Keuangan Syariah, dalam
setiap transaksi tidak mengenal bunga, baik dalam
menghimpun tabungan investasi masyarakat ataupun dalam pembiayaan bagi dunia usaha
yang membutuhkannya. Menurut Dr. M. Umer Chapra , penghapusan bunga akan
menghilangkan sumber ketidakadilan antara penyedia dana dan pengusaha. Keuntungan
total pada modal akan dibagi di antara kedua pihak menurut keadilan. Pihak penyedia
dana tidak akan dijamin dengan laju keuntungan di depan meskipun bisnis itu ternyata
tidak menguntungkan.
menghimpun tabungan investasi masyarakat ataupun dalam pembiayaan bagi dunia usaha
yang membutuhkannya. Menurut Dr. M. Umer Chapra , penghapusan bunga akan
menghilangkan sumber ketidakadilan antara penyedia dana dan pengusaha. Keuntungan
total pada modal akan dibagi di antara kedua pihak menurut keadilan. Pihak penyedia
dana tidak akan dijamin dengan laju keuntungan di depan meskipun bisnis itu ternyata
tidak menguntungkan.
Ciri-ciri sebuah Lembaga
Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
1.
Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga
KeuanganSyariah harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah;
2.
Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna
dana, dan Lembaga Keuangan Syariah sebagai intermediary institution,
berdasarkan kemitraan, bukan hubungan debitur-kreditur;
3.
Bisnis Lembaga
Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit oriented, tetapi
juga falah oriented, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
juga falah oriented, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
4.
Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah
berdasarkan prinsip
kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan
pinjam-meminjam (qardh/ kredit) guna transaksi sosial;
kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan
pinjam-meminjam (qardh/ kredit) guna transaksi sosial;
5.
Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi
yang halal dan tidak
menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam.
menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam.
Pembahasan
FATWA
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
NO: 19/DSN-MUI/IV/2001
Tentang
AL-QARDH
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
NO: 19/DSN-MUI/IV/2001
Tentang
AL-QARDH
Pertama : Ketentuan Umum al-Qardh
1. Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan
kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.
2. Nasabah al-Qardh wajib mengembalikan
jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.
3. Biaya administrasi dibebankan kepada
nasabah.
4. LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah
bilamana dipandang perlu.
5. Nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan
(sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.
6. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan
sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS
telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat:
a.
memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
b.
menghapus (write off) sebagian atau seluruh
kewajibannya.
Kedua: Sanksi
1.
Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan
mengem-balikan sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan karena
ketidakmampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah.
2.
Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana
dimaksud butir 1 dapat berupa --dan tidak terbatas pada-- penjualan barang
jaminan.
3. Jika
barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi kewajibannya
secara penuh
Ketiga: Sumber
Dana
Dana al-Qardh dapat bersumber dari:
- Bagian modal LKS;
- Keuntungan LKS yang disisihkan; dan
- Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaqnya kepada LKS.
Keempat :
- Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
- Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam
empat hal, yaitu :
1.
Sebagai pinjaman talang haji, dimana nasabah calon haji
diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan
haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya ke haji.
2.
Sebagai pinjaman tunai (cash advance) dari produk kredit syariah, dimana nasabah diberi
keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM. Nasabah akan
mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan
3.
Sebagai pinjaman bagi pengusaha kecil, di mana menurut
perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan skema
jual beli, ijarah atau bagi hasil.
4.
Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank
menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus
bank. Pengurus bank akan mengembalikan dana pinjaman itu secara cicilan melalui
pemotongan gajinya.
5.
Bank syariah disamping
memberikan pinjaman qardh, juga dapat menyalurkan pinjaman dalam bentuk qardhul
hasan. Qardhul hasan adalah pinjaman tanpa imbalan yang memungkinkan
peminjam untuk menggunakan dana tersebut selama jangka waktu tertentu dan
mengembalikan dalam jumlah yang sama pada akhir periode yang disepakati. Jika
peminjam mengalami kerugian bukan karena kelalaianya maka kerugian tersebut
dapat mengurangi jumlah pinjaman. Pelaporan qardhul hasan disajikan
tersendiri dalam laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan karena
dana tersebut bukan aset bank yang bersangkutan.
6.
Sumber dana qardhul
hasan berasal dari eksternal dan internal. Sumber dana eksternal meliputi
dana qardh yang diterima bank syariah dari pihak lain (misalnya dari
sumbangan, infak, shadaqah dan sebagainya), dana yang disediakan oleh para
pemilik bank syariah dan hasil pendapatan non halal. Sumber dana internal
meliputi qardhul hasan
Secara
mikro, Qard tidak memberikan manfaat langsung bagi orang yang meminjamkan.
Namun secara makro, Qard akan memberikan manfaat tidak langsung bagi
perekonomian secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena pemberian Qard
membuat velocity of money (percepatan perputaran uang) akan bertambah cepat,
yang berarti bertambahnya darah baru bagi perekonomian, sehingga pendapatan
nasional (National Income) meningkat. Dengan peningkatan pendapatan nasional,
maka si pemberi pinjaman akan meningkat pula pendapatannya. Demikian pula
pengeluaran Shadaqah juga akan memberikan manfaat yang lebih kurang sama dengan
pemberian Qard.
Dalam prakteknya pada poin pertaman jasa yang diberikan oleh Lembaga Keuangan
Syari'ah (LKS) untuk menalangi pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH)
kurang tepat bila digunakan istilah al-Qardh (meminjamkan), karena dalam
Islam, pinjam meminjam adalah akad sosial, bukan akad komersial. Artinya
bila seseorang meminjam sesuatu, ia tidak boleh disyaratkan untuk memberikan
tambahan atas jasa pokok pinjamannya. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw
yang mengatakan bahwa setiap pinjaman yang menghasilkan manfaat adalah riba,
sedangkan para ulama sepakat bahwa riba itu haram. Karena itu, dalam Lembaga
Keuangan Syari'ah pinjaman tidak disebut kredit, tapi pembiayaan (financing).
Dalam kasus ini,
bila nasabah datang Lembaga Keuangan Syari'ah (LKS) dan ingin meminjam uang
untuk keperluan naik haji karena biaya yang tersedia tidak cukup, maka ia harus
melakukan akad ijarah (sewa) dan bukan akad qardh (meminjam).
Karena jika LKS memberikan pinjaman kepada nasabah atas nama akad qardh untuk
membantu menalangi pembiayaan haji, maka LKS tidak boleh mengambil keuntungan
dari pinjaman itu.
Sebagai lembaga
komersial yang mengharapkan keuntungan, LKS tentu tidak mungkin melakukannya.
Karena itu, akad yang harus dilakukan di awal adalah akad ijarah (sewa),
di mana LKS dapat mengambil keuntungan dari harga sewa atau harga produk yang
disewakan tersebut. Akad seperti inilah yang diperbolehkan dalam Islam.
Kemudian poin kedua penerbitan kartu kredit
syariah.
FATWA
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
NO: 54/DSN-MUI/X/2006
Tentang
SYARIAH CARD
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
NO: 54/DSN-MUI/X/2006
Tentang
SYARIAH CARD
Pertama:Ketentuan Umum
Dalam
fatwa ini, yang dimaksud dengan:
1.
Syariah Card adalah kartu yang berfungsi seperti Kartu
Kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para
pihak berdasarkan prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam fatwa ini.
2.
Para pihak sebagaimana dimaksud dalam butir a
adalah pihak penerbit kartu (mushdir al-bithaqah), pemegang kartu (hamil
al-bithaqah) dan penerima kartu (merchant, tajir atau qabil al-bithaqah).
3.
Membership Fee (rusum al-’udhwiyah)
adalah iuran keanggotaan, termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang
kartu, sebagai imbalan izin menggunakan kartu yang pembayarannya berdasarkan
kesepakatan.
4.
Merchant Fee adalah fee yang diberikan oleh
merchant kepada penerbit kartu sehubungan dengan transaksi yang menggunakan
kartu sebagai upah/imbalan (ujrah) atas jasa perantara (samsarah),
pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn);
5.
Fee Penarikan Uang Tunai adalah fee atas penggunaan
fasilitas untuk penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud).
6.
Ta’widh adalah ganti rugi terhadap biaya-biaya
yang dikeluarkan oleh penerbit kartu akibat keterlambatan pemegang kartu dalam
membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo.
7.
Denda keterlambatan (late charge) adalah denda
akibat keterlambatan pembayaran kewajiban yang akan diakui seluruhnya
sebagai dana sosial.
Kedua : Hukum
Syariah Card dibolehkan,
dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam fatwa ini.
Ketiga : Ketentuan Akad
Akad yang digunakan dalam Syariah Card adalah:
a. Kafalah; dalam hal ini
Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang Kartu terhadap
Merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi
antara Pemegang Kartu dengan Merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain
bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas pemberian Kafalah, penerbit kartu dapat
menerima fee (ujrah kafalah).
b. Qardh; dalam hal ini
Penerbit Kartu adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada Pemegang Kartu (muqtaridh)
melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank Penerbit Kartu.
c.
Ijarah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penyedia jasa
sistem pembayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu. Atas Ijarah ini, Pemegang Kartu dikenakan
membership fee.
Keempat : Ketentuan tentang Batasan (Dhawabith wa Hudud) Syariah Card
a.
Tidak
menimbulkan riba.
b.
Tidak
digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah.
c.
Tidak
mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf), dengan cara antara lain
menetapkan pagu maksimal pembelanjaan.
d.
Pemegang kartu
utama harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya.
e. Tidak
memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah
Kelima : Ketentuan Fee
a.
Iuran
keanggotaan (membership fee). Penerbit Kartu berhak menerima iuran keanggotaan
(rusum al-’udhwiyah) termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari
pemegang Kartu sebagai imbalan (ujrah) atas izin penggunaan fasilitas
kartu.
b.
Merchant fee.
Penerbit Kartu boleh menerima fee yang diambil dari harga objek transaksi atau
pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah) atas perantara (samsarah),
pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn).
c.
Fee penarikan
uang tunai Penerbit kartu boleh menerima fee penarikan uang tunai (rusum
sahb al-nuqud) sebagai fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas yang
besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan.
d.
Fee Kafalah.
Penerbit kartu boleh menerima fee dari Pemegang Kartu atas pemberian Kafalah.
e.
Semua bentuk
fee tersebut di atas (a s-d d) harus ditetapkan pada saat akad
aplikasi kartu secara jelas dan tetap, kecuali untuk merchant fee.
Keenam : Ketentuan Ta’widh dan Denda
a.
Ta’widh
Penerbit Kartu dapat mengenakan ta’widh, yaitu ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Penerbit Kartu akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo.
Penerbit Kartu dapat mengenakan ta’widh, yaitu ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Penerbit Kartu akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo.
b.
Denda
keterlambatan (late charge). Penerbit kartu dapat mengenakan denda
keterlambatan pembayaran yang akan diakui seluruhnya sebagai dana sosial.
Ketujuh : Ketentuan Penutup
1.
Jika salah
satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di
antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui Badan
Arbitrase Syari’ah atau melalui Pengadilan Agama setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
2.
Fatwa ini
berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.
Aplikasinya Dirham Card yang diluncurkan oleh Bank Danamon
berdasarkan Fatwa No. 54/DSN-MUI/X/2006
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan Surat Bank Indonesia No. 9/183/DPbS/2007.
Sasaran Pengguna: Sasaran utama
penggunanya adalah nasabah Muslim, dan juga Non Muslim, yang sudah memiliki
kartu kredit konvensional agar dapat dilihat track record histori pembayarannya. Diharapkan dengan adanya
penelusuran ini pengguna Dirham Card adalah konsumen yang benar-benar terbukti
baik dalam melakukan kewajiban pembayaran.
Persamaan:
Baik dirham card maupun kartu kredit konvensional memiliki
persamaan pada hal:
- Iuran tahunan
- Pagu limit
berdasarkan jenis kartu, yaitu kartu hijau, kartu emas, dan kartu platinum
- Menggunakan jasa
layanan penyedia kartu global (MasterCard)
- Dapat digunakan
untuk kegiatan dasar, yaitu pembayaran secara kredit di merchant penyedia
kartu global tersebut dan pembayaran tagihan bulanan, seperti listrik,
air, dan telepon
Perbedaan:
Kartu kredit konvensional mengutamakan adanya bunga sebesar 2-4% per
bulan sebagai bentuk pengambilan keuntungan terhadap pelunasan tagihan
yang dicicil. Nilai ini berbentuk bunga berbunga, sehingga dalam 1 tahun saja,
bunganya saja bisa mendekati nilai transaksi awal. Dirham Card di lain pihak,
mengklaim adanya skema unik berdasarkan sistem syariah yaitu akad ijarah,
kafalah, dan qardh. Akad ijarah
adalah biaya keanggotaan ( iuran tahunan), kafalah adalah penjaminan transaksi, sedangkan qardh adalah pemberian pinjaman untuk
pengambilan tunai. Secara umum skemanya seharusnya tidak jauh beda dengan kartu
kredit konvensional, tapi untuk mendukung 3 jenis skema di atas, dirham card
menggunakan sejumlah aturan pendukung karena tidak menggunakan bunga. Menurut Kontan, ada 3 hal yang diharapkan dapat meredam kemungkinan terjebak pada
bunga/riba:
1.
Goodwill investment.
Pengguna wajib menyetor goodwill investment sebesar 10% dari limit. Ini
bertujuan supaya penggunaan kartu kredit tidak semena-mena
2.
Pembukaan
rekening. Pengguna wajib membuka rekening di Bank Danamon Syariah
sebesar minimum IDR 500 ribu.
3.
Pengenaan Denda.
Ada 2 jenis denda yang akan dikenakan bila pengguna dirham card terlambat
melunasi hutangnya. Denda pertama adalah ta’widh, sebagai biaya penagihan bank,
sebesar 17 ribu per bulan. Denda kedua adalah sebesar 3% dari tagihan. Jumlah
itu bukan bunga karena merupakan qardhul hasan yang akan disumbangkan ke BAZIS
dan bukan hak
bank.
L/C Impor
Syariah
Islam melarang
adanya bunga, untuk menghindari ketidakadilan dan bunga yang berlebihan, maka
bank syariah telah memberikan solusi yang dapat menguntungkan bagi kedua belah
pihak. Bank syariah telah dapat mengadopsi mekanisme L/C itu dengan menggunakan
skema transaksi yang islami, seperti musyarakah, mudharabah ataupun murabahah.
Hal ini
dikuatkan lagi oleh fatwa yang ditetapkan Dewan Syariah Nasional no. 34, bahwa
L/C Impor Syariah dalam pelaksanaannya dapat menggunakan akad-akad Wakalah bil Ujrah, Qardh, Murabahah, Salam/Istishna’,
Mudharabah, Musyarakah dan Hawalah.
Dalam transaksi
akad wakalah bil ujrah, bank hanya memperoleh pendapatan berupa fee saja atas
jasa yang telah diberikan, yaitu untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi
impor, karena disini importir memiliki dana sendiri. Besarnya ujrah
disepakati diawal perjanjian secara pasti dalam bentuk nominal bukan prosentase
untuk menghindari adanya riba. Demikian pula untuk transaksi L/C yang
menggunakan akad Qardh (pinjaman)
Untuk transaksi
akad murabahah, bank bertindak sebagai pembeli yang mewakilkan kepada importir
untuk melakukan transaksi, namun pengurusan dokumen serta pembayaran dilakukan
oleh bank. Setelah barang diterima dan menjadi milik bank, maka bank menjual
kembali barang tersebut kepada importir dengan pembayaran tunai atau cicilan.
Dalam hal ini, untuk keuntungan bank maka biaya-biaya yang telah dikeluarkan
akan diperhitungkan sebagai harga perolehan barang. Transaksi dengan akad
salam/isthisna juga serupa prosesnya dengan akad murabahah, yaitu bank hanya
sebagai perwakilan dari pihak importir.
Sedangkan untuk
transaksi mudharabah juga demikian, dalam transaksi ini bank melakukan
pengurusan dokumen dan pembayaran kepada eksportir, namun bank juga bertindak sebagai shohibul
mal yang menyerahkan modal sebesar harga barang kepada importir.
Selanjutnya bank memperoleh untung dari ujrah yang telah disepakati.
Dalam transaksi
akad musyarakah, pihak bank dan importir sama-sama menyertakan modal untuk
melakukan kegiatan impor barang. Setelah pengiriman barang terjadi dan
pembayaran belum dilakukan, maka selanjutnya importir dapat memberikan ujrah
atau merubah akad tersebut menjadi akad qardh. Dalam akad musyarakah ini,
importir juga dapat memberikan ujrah kepada bank, kemudian hutang importir
kepada eksportir dialihkan menjadi hutang bank dan bank membayarnya senilai
barang yang diimpor.
Dari
transaksi-transaksi diatas, bank syariah mengharapkan kemungkinan adanya bunga
yang dapat diminimalisir dengan diarahkan pada transaksi yang sama-sama
menguntungkan. Hal ini terjadi karena transaksi dari akad-akad
tersebut bersifat gamblang dan transparan dalam pelaksanaannya.
Beberapa
kelemahan fatwa No. 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang L/C Impor Syariah pertama untuk akad-akad yang digunakan, bahwasanya akad
musyarakah dengan alternatif no. 2 seharusnya tidak meggunakan akad hawalah
tetapi akad Qardh. Merujuk pada definisi hawalah[1][15], maka penggunaan akad hawalah kurang
tepat. Pada alternatif ke 2 tersebut,
importir mengalihkan hutangnya kepada bank untuk dibayarkan kepada eksportir. Padahal sebelumnya disebutkan (pada point
a) bahwa importir tidak memiliki dana pada bank. Jadi secara logika, bagaimana
bisa importir mengalihkan hutangnya kepada bank, sedangkan importir tidak
mempunyai dana pada bank tersebut, kecuali jika dalam fatwa disebutkan dengan
jelas akad hawalah model apa yang digunakan. Namun, jika pada alternatif ke 2
yang digunakan adalah akad Qardh (pinjaman), maka akan menjadi sesuai dengan
ketentuan yang telah disebutkan sebelumnya, yang kedua dalam
fatwa tersebut tidak dijelaskan secara komperehensif dan lengkap tentang adanya
pembatalan L/C, seharusnya DSN mencantumkan tentang pembatalan. Ini untuk
menghindari adanya asumsi bahwa DSN bekerja setengah-setengah dan hanya
mementingkan dalil-dalil saja, yang ketiga jika ditelaah kembali,
akan terlihat bahwa dari banyaknya akad yang ditawarkan sebenarnya hanya akad
Wakalah bil Ujrah saja yang paling tepat dan dapat mewakili proses L/C,
sedangkan untuk akad-akad yang lain kurang tepat jika dilaksanakan, karena
tujuan dikeluarkannya L/C adalah untuk mempermudah proses jual beli secara
cepat dan tepat, bukan tepat namun dengan proses yang berlarut-larut (misalnya,
jika menggunakan akad Qordh),
yang keempat terkait
dengan point no.3 yaitu dengan adanya berbagai alternatif akad yang
dijustifikasi oleh DSN, secara tidak langsung dapat membuka peluang untuk
praktek bunga. Misalnya pada akad al-Qardh (pinjaman), selain bank mendapatkan
fee dari pengurusan dokumen, bank juga mendapatkan hasil dari pinjaman.
Sebagaimana diketahui secara umum, bahwa pembayaran hutang dengan cicilan akan
lebih berat jika dibandingkan dengan pembayaran secara lansung ( jika pada bank
konvensional umumnya akan dikenakan
bunga pada setiap bulannya). Bagaimanapun juga bank syariah sebagai lembaga
bisnis, mempunyai kemungkinan untuk memberlakukan bunga namun dalam konteks
yang berbeda, dan yang kelima Himpunan Dewan Syariah tidak
menyebutkan secara jelas praktek manakah dari L/C yang dikeluarkan oleh bank
konvensional yang menyimpang atau tidak sesuai dengan aturan syariah.
Secara
keseluruhan, fatwa DSN No. 34 tentang L/C Impor Syariah ini untuk sementara
waktu dapat dikatakan mampu menghandle permasalahan L/C, namun tidak
menutup kemungkinan jika sewaktu-waktu fatwa ini berubah karena adanya
permasalahan L/C yang lebih kompleks lagi.
Kesimpulan dan Penutup
1. Seorang muslim boleh menunaikan ibadah
haji dengan bantuan pembiayaan penalangan haji oleh LKS, dengan syarat ia
memiliki kesanggupan untuk melunasinya dalam waktu yang telah disepakati
(sebelum pemberangkatan haji).Pihak LKS diperbolehkan menyewakan jasanya
(berupa peminjaman uang) kepada nasabah dan mengambil uang ganti sewa
dengan syarat tidak didasarkan pada besarnya jumlah talangan yang diberikan.
2. Tiga hal yang harus diperhatikan atas
terbitnya syariah card: pertama lakukan penyusunan anggaran belanja sebelum
memutuskan untuk menggunakan kartu kredit, yang kedua jangan gunakan kartu
kredit untuk membeli atau belanja sesuatu yang tidak perlu, dan yang terakhir
jangan sampai melakukan transaksi kartu kredit padahal tidak memiliki uang
tunai yang tersimpan dalam saldo tabungan.
3.
Perdagangan internasional saat ini melibatkan jasa bank
sebagai perantara, yaitu dengan dikeluarkannya L/C yang termasuk dalam
pembiyaan bank. Adanya perantara bank yang hanya menguntungkan salah satu pihak
saja dengan adanya sistem bunga telah dapat diaplikasikan dalam transaksi
islami tanpa bunga berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Ketentuan tentang hal
ini terdapat dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No. 34 tentang L/C Impor
Syariah. Dalam fatwa DSN tersebut juga
terdapat beberapa kelemahan, yang mana kelemahan tersebut hanya terdapat dalam
masalah teknis saja yaitu hanya pada akad. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat dijadikan oleh himpunan dewan
syariah sebagai bahan pertimbangan untuk
fatwa-fatwa selanjutnya, karena bukan tidak mungkin transaksi L/C akan terus mengalami
perubahan seiring dengan perkembangan zaman. Secara umum, Fatwa Dewan Syariah
Nasional tersebut untuk sementara waktu dapat menjadi solusi ‘netral’ dan
menguntungkan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam perdagangan dengan
fasilitas L/C ini. Hal ini dapat menjadi salah satu nilai lebih bagi Lembaga
Keuangan Syariah atau LKS. Dalam pelaksanaan fatwa ini, Dewan Syariah Nasional
melakukan pengarahan dan pengawasan baik secara aktif maupun pasif sebagai
bentuk keinginan kuat untuk benar-benar melaksanakan prinsip syariah.
Daftar Pustaka
1. Muhammad. Manajemen Bank Syariah. Edisi Revisi, Februari 2005.
Yogyakarta.
2. Muhammad. Pengantar Akuntansi Syariah. Revisi, 2005. Jakarta.
3. Arifin, Zainul. Dasar-dasar
Manajemen Bank Syariah.
Cetakan 4, Mei 2006. Jakarta.
alhamdulillah artikelnya sangat bermanfaat
ReplyDeleteJazakumullahu khairan...
ReplyDelete