Uang Dalam
Perspektif Islam
Pendahuluan
Uang
telah berabad-abad lamanya mempunyai peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan
manusia. Tanpa uang transaksi ekonomi baik lokal maupun internasional sangat
tidak efisien dan sulit dilaksanakan. Uang juga telah lama berfungsi sebagai
alat untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia. Secara Islam, kegiatan
yang berhubungan dengan uang dapat membawa manfaat bagi umat, namun juga bisa
menciptakan kesengsaraan bila tidak dilakukan dengan benar dan etis.
Sejalan degan perubahan waktu dan kemajuan zaman, bentuk uang juga mengalami perubahan-perubahan. Zaman dahulu kita mengenal bentuk uang dari kulit binatang, besi, emas, perak, tembaga, serta uang kertas, dan electronic money. Kesemua bentuk uang tersebut intinya adalah untuk menggambarkan bahwa uang adalah sesuatu yang sangat bernilai dan penting bagi umat manusia. Disamping mengalami perubahan bentuk, berbagai variable ekonomi, politik juga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap nilai uang dan pada akhirnya tingkat kesejahteraan masyarakat; Semakin kuat dan stabil nilai uang, maka ada kecendrungan kesejahteraan masyarakat juga meningkat dan demikian sebaliknya, semakin melemah nilai mata uang suatu negara, ada kecendrungan berdampak negatif kepada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Sehubungan dengan perlunya menjaga tingkat stabilitas mata uang, maka setiap negara akan selalu menjaga nilai mata uangnya untuk tidak berfluktuasi. Hal ini dilakukan dengan berbagai kebijakan ekonomi makro (moneter, fiskal, sektor real). Upaya ini dalam beberapa dekade terkahir dirasakan semakin sulit karena adanya globalisasi dan relatif hampir tidak adanya hambatan aliran modal antar negara dalam jumlah besar yang dapat mempengaruhi nilai tukar uang suatu negara, serta semakin kompleksnya permasalahan ekonomi.
Apa
itu Uang?
Uang
adalah sesuatu yang diterima sebagai alat atau medium pertukaran barang dan
jasa, serta untuk pembayaran hutang.
Pada masa lalu, berbagai komoditas pernah digunakan sebagai uang dan sebagai
alat pertukaran. Kita mengenal besi, perunggu, kulit kerang, tembakau , kulit
binatang langka serta lainnya digunakan sebagai uang. Emas, perak dan tembaga juga pernah dan lama
digunakan sebagai alat medium pertukaran. Dengan berkembanganya teknologi,
kebudayaan, maka sekarang kita mengenal uang dalam bentuk kertas dan koin,
serta electronic money.
Fungsi
uang
Kita
mengenal beberapa fungsi uang[1]
yaitu :
- media atau
alat pertukaran (medium of exchange)
- mengukur nilai atau satuan hitung (measure of
value).
- ukuran pembayaran yang ditunda (standard for
deferred payment)
- alat penyimpan nilai (store of value) .
- Alat pertukaran
Fungsi
utama uang dalam ekonomi adalah sebagai alat pertukaran Dengan dikenalnya uang,
maka transaksi dalam ekonomi dapat dilakukan dengan cara efisien dan cepat.
Disamping itu, dengan adanya uang maka permasalahan dalam barter[2]
yaitu menentukan berapa jumlah, nilai, serta bagaimana kualitas suatu barang
dapat ditukarkan dengan barang lain dengan jumlah dan kualitas tertentu dapat
diatasi. Pada zaman kepemimpinan Nabi Muhammad saw, dan periode sebelum beliau,
koin emas dan perak digunakan sebagai alat pertukaran baik untuk perdagangan
nasional maupun internasional. Nabi tidak menganjurkan transaksi pertukaran
dengan barter karena ada asimetrik informasi yang cenderung mengakibatkan
exploitasi dan ketidak adilan ,
2. Uang sebagai
satuan hitung
Masyarakat akan banyak mengalami
kesulitan bila tidak mempunyai alat untuk mengukur berapa nilai suatu barang
dan jasa terutama bila ingin membandingkan nilai suatu suatu barang/jasa dengan barang atau jasa lainnya. Dengan
adanya uang maka masyarakat mempunyai satuan hitung untuk menentukan nilai
suatu barang dan jasa sehingga transaksi pertukaran dalam ekonomi lebih mudah
dilakukan.
3. Uang sebagai standard dari penundaaan
pembayaran
Dengan diketemukannya uang, maka transaksi ekonomi di masyarakat yang
menyangkut pinjam meminjam atau pemberian kredit dari surplus unit kepada defisit
unit yang membutuhkan, dapat ditentukan
atau diukur dengan mudah. Sebagai
contoh, bila seseorang meminjamkan
suatu benda pada orang lain, seperti kuda dan melunasinya di masa depan, maka akan sulit untuk mendapatkan kuda yang
persis sama dengan yang dipinjamkan saat ini. Dengan meggunakan uang sebagai
satuan hitungnya, maka peneyelesaian utang-piutang tersebut akan menjadi mudah
untuk disepakati.
4. Uang sebagai alat penyimpan nilai
Dalam kehidupan sehari-hari ada beberapa pilihan yang dapat dilakukan
manusia untuk menyimpan harta mereka, mulai dari barang-barang yang dapat bergerak maupun
tidak dapat bergerak. Barang-barang yang tidak dapat bergerak untuk menyimpan
harta antara lain, rumah, tanah, kebun, , perhiasan dll. Penyimpanan harta pada
benda yang bergerak antara lain kendraan roda dua ,empat, surat-surat berharga misalnya.
Alternatif lain yang dapat digunakan sebagai penyimpan nilai adalah uang yang
dapat dengan mudah dibawa-bawa.
Jenis-jenis uang
Sesuai dengan perkembangan ekonomi, teknologi, serta budaya, jenis uang
yang kita kenal sekarang ini sudah mengalami evolusi. Lucket (1980)
mengelompokkan uang kedalam beberapa jenis yaitu Standard komoditi, standard
emas, standard fiat, serta deposit money.
Standard komoditi
Dalam standard komoditi, uang yang digunakan dalam masyarakat terbuat dari
sejenis barang yang sangat berharga di masyarakat dan biasanya sangat langka.
Berbagai komoditi pernah masyarakat sepakati sebagai uang seperti garam, kulit
hewan, tembakau . Ada beberapa kriteria yang melekat pada uang yang dapat
diterima oleh masyarakat. Pertama, dapat mudah dimengerti satuannya sehingga
setiap orang menggunakan term yang sama. Kedua, dapat dipecah menjadi unit yang
terkecil, sehingga memudahkan transaksi atas berbagai jenis transaksi. Ketiga, dapat
dibawa dengan mudah dalam perjalanan, serta ke empat, dapat tahan lama dipakai.
Ada dua komoditi yang
cukup bertahan lama sebagai uang dalam komoditi standard. Pertama, metallic standards. Pada metallic standards, besi dan tembaga pernah digunakan sebagai uang, namun
dengan kemajuan teknik smelting dan
pertambangan, nilai komoditi ini sebagai uang menjadi tidak langka lagi,
kemudian emas dan perak menggantikan
kedua komoditi tersebut sebagai uang.
Emas dan perak cukup lama
digunakan sebagai uang terutama perak, karena emas relatif terbatas supplynya. Supply emas sebagai bahan untuk uang
baru meningkat ketika Spanyol, Australia menemukan emas dalam jumlah besar pada
abad ke 19. Penggunaan emas dan perak sebagai uang disebut bimetallism atau bimetallic
standard. Bimetalilism melibatkan
Pemerintah dalam menentukan rasio pertukaran antara emas dan perak yaitu 15 : 1
yaitu 15 ounces perak dapat ditukar dengan 1 ounce emas.
Standard emas
Classical gold standard mulai dikenal masyarakat sejak akhir perang Napoleon dan berakhir tahun
1875 (Duncan, 2003). Dengan sistem gold
standard, mata uang negara-negara dikaitkan/convertible dengan emas dan perubahan money supply dikaitkan dengan jumlah cadangan emas yang dimiliki
negara. Sebagai contoh, mata uang dollar Amerika Serikat waktu itu
dikonversikan sekitar 1/20 ounce emas atau USD20 dapat dikonvesikan terhadap 1 ounce emas. Sementara Inggris
mengkonversikan mata uangnya dengan ¼ ounce
emas untuk GBP 1 atau GBP 4 dapat
dikonversikan dengan 1 ounce emas.
Dengan perhitungan tersebut, maka nilai tukar antara GBP dan USD dapat dihitung
secara tetap yaitu GBP 1 ekuivalent dengan USD5. Demikian seterusnya dalam menghitung nilai
tukar antara negara lainnya. Dengan
nilai tukar yang fixed tersebut
sangat membantu dalam mengurangi ketidak pastian dari fluktuasi nilai tukar
dalam perdagangan internasional.
Dibawah
sistem gold standard perkembangan uang
beredar setiap negara dikaitkan dengan cadangan emas yang mereka miliki. Emas,
disebut gold bullion, akan berpindah
tempat dari satu negara ke negara lain untuk menyelesaikan ketidak seimbangan
dari neraca pembayaran mereka. Sebagai contoh, bila negara X mempunyai BOP
surplus terhadap negara Y, maka negara X akan menerima fisik emas (tidak berupa
forex). Setelah menerima kiriman emas dari negara Y, negara X dapat menambah uang
beredar domestik sesuai dengan nilai emas tadi. Demikian sebaliknya, uang
beredar di negara Y akan berkurang ekuivalent sebesar nilai emas yang mereka
kirim.
Dengan
meningkatnya uang berdar di negara X,
akan mendorong kenaikan tingkat harga di negara X , dan lebih lanjut
akan meningkatkan import mereka dari negara Y atau negara lainnya . Demikian
sebaliknya, uang beredar di negara Y akan berkurang dan harga akan cenderung
turun (deflasi) dan ekspor ke X akan meningkat kembali. Demikian seterusnya
keseimbangan baru dalam BOP dan mata uang akan terjadi antara kedua negara
tersebut.
Selama
negara-negara dimaksud mematuhi ketentuan-ketentuan dibawah gold standard dan menjaga mata uang
mereka tetap didukung dan convertible
dengan emas, nilai tukar mata uang antar negara akan tetap. Namun, dengan
mentaati kesepakan dalam gold standard,
berarti suatu negara tidak mempunyai kontrol terhadap kebija kan
moneter karena uang beredar ditentukan oleh aliran emas diantara negara-negara.
Disamping itu, kebija kan moneter negara-negara waktu itu ditentukan
oleh produksi dan penemuan emas baru. Bila produksi emas rendah, misalnya pada
tahun 1870 an dan 1880an, maka uang beredar di dunia juga turun. Kondisi tersebut
mengakibatkan uang beredar tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk membiayai
kegiatan ekonomi dunia sehingga terjadi deflasi. Demikian sebaliknya, ketika
diketemukan emas dalam jumlah besar pada akhir tahun 1890an, maka supply emas dunia meningkat dengan cepat
sekali yang menyebabkan inflasi. Sistem ini runtuh ketika pecah Perang Dunia I
karena perdagangan mengalami kekacauan dan negara-negara tidak lagi mau
mengkonversikan mata uangnya dengan emas dan sistem ini pun menjadi runtuh.
Fiat standards
Runtuhnya sistem moneter international dengan gold standard, mengakibatkan putusnya
hubungan langsung antara uang dengan emas. Sejak saat itu, uang yang dicetak tidak lagi ditunjang oleh emas yang dimiliki
Negara dan system ini dinamakan fiat
money. Fiat money juga ditandai
dengan semakin berperannya mata uang US$ sebagai international currency utama menggantikan peranan emas dalam
transaksi internasional[3].
Sistem fiat money disatu sisi mengakibatkan perdagangan international
berkembang dengan pesat dan efisien karena penyelesaian transaksi pembayaran
internasional dapat dilakukan dengan fiat money, tanpa memindahkan cadangan
emas yang dimiliki suatu negara ke negara lain . Sejak saat itu, mata uang USD
dengan cepat menjadi mata uang dunia dan menjadi cadangan devisa utama
negara-negara. Perkembangan fiat money ini disisi lain mengakibatkan berbagai
ketidak adilan dan permasalahan dalam perekonomian internasional.
Deposit money
Deposit
money adalah demand
deposit atau giro yang dimiliki oleh penduduk yang disimpan pada bank umum.
Deposit money berfungsi sebagai uang
karena demand deposit berfungsi
sebagai uang (Lucket 1980). Dengan memliki giro pada bank umum, masyarakat
dapat melakukan transaksi atau pembayaran dengan menerbitkan cheque yang dapat ditransfer dari satu
rekening ke rekening lain pada bank yang sama atau bank lain. Giro dapat juga
berfungsi sebagai store of value.
Mansyarakat menyimpan sebagian kekayaannya dalam bentuk giro pada bank. Giro
juga berfungsi sebagai standard of
deferred payments karena pembayaran hutang atas cicilan rumah, mobil dst
dengan menerbitkan cheque.
Uang dalam pandangan Islam
Menurut
pandangan Islam, uang adalah sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan manusia (Mahmood M.Sanusi, 2002). Uang dibutuhkan oleh masyarakat
untuk alat pertukaran barang. Sementara Imam Malik mendefinisikan uang adalah
suatu komoditi yang dapat diterima masyarakat sebagai alat
pertukaran. Hal ini berarti suatu komoditi yang tidak mempunyai nilai tidak
dapat memenuhi syarat sebagai uang.
Uang akan bermanfaat banyak bagi
masyarakat bila uang tersebut beredar di masyarakat tidak untuk di simpan
sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut, orang yang memiliki uang yang
berlebihan dianjurkan untuk memaksimumkan manfaat uang yang mereka miliki dengan
cara musharakah atau mudharabah.
Islam tidak membenarkan seseorang yang mempunyai uang dan dalam rangka
memperoleh penghasilan dari uang dimaksud dengan cara riba atau membebankan
bunga yang berlebihan. Pendapatan yang diperoleh dari uang tersebut sebaiknya
dengan cara pembagian keuntungan bila laba dan rugi ditanggung bersama.
Usmani (1999) melihat bahwa ada perbedaan yang mendasar antara capitalist theory dan Islam. Dalam teori
capitalist, modal ( uang ) dan entrepreneur dipisahkan. Uang (modal)
memperoleh return berupa bunga
sedangkan entrepreneur mendapatkan
profit dari jasa yang digunakannya untuk melakukan produksi. Islam tidak
memisahkan antara uang dan entrepreneurship.
Setiap orang yang menyerahkan modal (uang) untuk kegiatan ekonomi yang mempunyai
risiko, maka dia berhak untuk mendapatkan keuntungan dari uang tersebut
berdasarkan proporsi tertentu.
Sementara Chapra (1985) melihat tujuan dan fungsi uang tidak dapat
dilepaskan dari tujuan dan fungsi bank yaitu :
§ Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengoptimalkan
pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan tenaga kerja ( full employment)
§ Untuk menciptakan keadilan ekonomi dan sosial serta menciptakan
distribusi pendapatan yang merata
§ Menstabilkan nilai uang
§ Mobilisasi
Investasi dan tabungan untuk pembangunan
ekonomi
Islam melihat bahwa manusia adalah kalifah (wakil) Allah dipermukaan bumi.
Allah telah menyediakan segala sumber daya alam yang ada untuk keperluan dan
kesejahteraaan manusia dan sesuai dengan ridhonya. Demikian pula dengan uang,
yang merupakan harta titipan Allah kepada manusia, manfaatnya harus menyebar
tidak hanya untuk kesejahteraan segelintir orang , tetapi juga harus bermanfaat
untuk masyarakat banyak
Untuk mencapai hal di atas, seyogyanya kegiatan ekonomi dapat menyerap
tenaga kerja sebanyak mungkin sehingga masyarakat mempunyai pendapatan guna
memenuhi segala kebutuhan fisik dan rohani mereka. Penyerapan tenaga kerja yang
optimum dilakukan dengan mengoptimalkan secara efisien dari sumber daya yang
ada guna menghasilkan suatu produk atau jasa untuk kesejahteraan manusia .
Sehubungan dengan hal tersebut, upaya untuk mencapai optimum pertumbuhan
ekonomi dengan menggunakan sumber daya alam dan manusia secara efisien dan
bertanggung jawab merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan di atas. Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi saja tidak cukup tapi harus diikuti dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dan mengurangi perbedaan antara kaya
dan miskin dalam masyarakat.
Islam secara moral tidak membenarkan adanya ketidak adilan dalam ekonomi
dan sosial di masyarakat. Untuk mencapai hal ini mutlak perlu adanya distribusi
pendapatan yang merata di masyarakat. Bila ada distribusi pendapatan yang tidak
merata, maka Pemerintah berkewajiban untuk mengatasinya dengan antara lain dengan
memungut zakat dan menyalurkan kembali untuk kesejahteraan masyarakat, serta
memberi kesempatan yang selebar-lebarnya bagi masyarakat kecil untuk berusaha.
Sehubungan dengan hal tersebut, Islam lebih menganjurkan kegiatan ekonomi kecil
dibandingkan dengan kegiatan ekonomi bercorak besar atau konglomerat. Banyaknya
pembiayaan terhadap kegiatan ekonomi kecil (UMKM), diharapkan dapat menciptakan
sistem perekonomian yang kuat dan keadilan ekonomi untuk rakyat.
Uang , bunga dalam literatur Islam dan Barat.
Dalam konsep ekonomi barat, bunga menjadi salah satu variabel penting dalam
perekonomian. Banyak definisi mengenai bunga (interest) dikemukakan oleh ahli
ekonomi. Menurut Saud (1976) bunga adalah kelebihan dari uang yang dibayarkan
oleh peminjam kepada yang memberi pinjaman atas pokok pinjaman yang disepakati
dalam periode tertentu. Sementara Samuelson mendefinisikan bunga sebagai harga
atau rent dari penggunaan uang. Dengan perkataan lain Samuelson menyamakan rent
dari uang dengan jasa dari pelayanan seorang dokter. Disini konsep uang sebagai alat transforming dari suatu barang ke barang
lainnya bukan dengan melalui produksi.
Saud mengkritisi konsep bunga (Samuelson, 1958) tersebut dari dua segi.
Pertama, setiap rent terdiri dari unsur penyusutan seperti sewa mesin. Uang
sebagai alat pertukaran menurutnya tidak mempunyai depresiasi seperti
penggunaan mesin., Kedua, bila kita menggunakan jasa seorang dokter atau
menyewa mesin, kedua komoditi tersebut tetap ada. Namun, bila kita menggunakan
uang, maka uang tersebut tidak menjadi milik kita lagi. Sementara J.M.Keyeness,
pemenang nobel ekonomi, tidak mendefinisikan bunga secara spesifik tapi
mengemukan mengenai bunga sebagai” tingkat bunga dari uang adalah persentase
dari kelebihan yang diterima seseorang karena meminjamkan uangnya selama
periode tertentu di masa depan”.
Dalam berbagai literatur Islam (Dar dan Presley) ada beberapa alasan untuk
menyatakan bunga dilarang dalam kegiatan ekonomi. Pertama, bunga sebagai hadiah
dari tabungan adalah tidak mempunyai landasan moral yang kuat atau justification. Kedua, dengan tidak
melakukan konsumsi saat ini dan sebagai penggantinya pemilik modal berhak memperoleh
financial rewards, tidak cukup untuk
menjadi alasan diberikan bunga atas tabungan . Ketiga, harus dibedakan antara
uang dan modal. Uang pada hakekatnya sangat berpotensi untuk menjadi modal.
Untuk mentransformasikan uang menjadi modal membutuhkan suatu prasarana unit
usaha atau perusahaan yang mengkombinasikan berbagai faktor produksi untuk
menghasilkan keuntungan. Kegiatan ini mengandung risiko dan butuh pengetahuan
khusus sehingga berpotensi untuk mendapat keuntungan atau kerugian. Oleh karena
itu juga tidak adil untuk pemilik uang mendapat fixed
return dari kegiatan seperti ini apakah suatu usaha mendapat laba atau
menderita kerugian.
Pelarangan bunga dalam kegiatan ekonomi juga telah lama dikenal oleh pemikir
barat dan masyarakat terdahulu. Dalam ajaran Kristen (Perjanjian lama) juga
dianjurkan bahwa pemberian pinjaman kepada orang yang tidak mampu hendaklah
dengan tanpa bunga dan setiap tujuh tahun hendaklah pinjaman tersebut hendaknya
di hapuskan, kecuali untuk orang asing. Larangan mengenai bunga dalam kitab
Perjanjian Lama tersebut telah terinspirasi lama penganut Kristen dan Yahudi.
Aristoteles juga berpendapat bahwa uang seharusnya hanya berfungsi sebagai medium
of exchange dan tidak dibenarkan sebagai penyimpan nilai.
Mudharabah atau Qirad
Secara bahasa kedua istilah mudharabah atau Qirad berarti seseorang
menyerahkan modal/uang kepada orang lain untuk melakukan usaha/perdagangan
dengan cara profit sharing (pembagian
keuntungan) tertentu. Qirad ini sudah lama dipraktekkan sebelum zaman Nabi
Muhammad S.A.W dan nabi sendiri dengan bentuk partnership atau kerja sama. Hal
ini dilakukan oleh penduduk Mekkah, karena mereka sudah lama berdagang dengan
pedagang di negara-negara sekitar Arab. Untuk itu penduduk yang mempunyai
modal/uang dan tidak dapat berdagang sendiri, mempercayakan uangnya pada orang
tertentu dengan keuntungan yang telah disepakati bersama. Praktek ini
dibenarkan oleh nabi.
Qirad dalam Yurisprudensi Islam dan subyek Qirad
Praktek Qirad dilakukan oleh banyak sahabat nabi dan beliau sendiri
mengerjakan sebelum diangkat menjadi Rasul. Ibn Hazm dalam bukunya” Maratib al-Ijma”menyebutkan
bahwa bab-bab dalam Fiqh umumnya bersumber dari Al-Quran dan Hadist kecuali
Qirad.
Dalam Qirad harus ada pihak yang menyerahkan modal atau uangnya kepada
orang lain untuk dikelola sebagai modal dalam perdagangan. Jika seandainya si
pemilik modal meyerahkan barang sebagai pengganti uang, maka barang tersebut
harus dijual terlebih dahulu untuk mengetahui berapa nilainya pada saat itu dan
dipergunakan sebagai dasar perhitungan Qirad tersebut (Ibn-Hazm).
Penganut Hanafi berpendapat bahwa pemilik modal harus menyerahkan uang atau
modal nya dalam Qirad harus berupa koin atau uang dan mereka menganggap Qirad
atau kontrak menjadi batal kalau yang diserahkan pemilik modal tersebut bukan
uang dinar atau perak.
Sementara, Saud (1976)
berpendapat bahwa hakekat dari Qirad adalah kerja sama para pemilik modal untuk
membentuk usaha bersama dalam satu perusahaan sebagai partner aktif dimana
untuk itu pemilik modal berhak mendapat keuntungan bila perusahaan untung dan
turut menanggung rugi bila perusahaan merugi. Modal yang diserahkan dapat
berupa uang atau barang berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang dengan
mudah.
Riba Dan Bunga
Praktek riba (usury) dalam masyarkat telah lama berlangsung bahkan sebelum
masa periode Islam. Secara bahasa riba adalah tambahan, kelebihan, peningkatan
atau surplus. Pada masa tersebut, peminjam uang menggunakan uang pinjaman untuk kegiatan komersial dan terutama untuk
keperluan pribadi dan banyak dilakukan oleh orang yang tidak mampu. Sebagai
jaminan pinjaman tersebut biasanya tanah, rumah, binatang ternak dan pakaian.
Bunga yang dibebankan oleh peminjam (terutama) oleh masyarakat Yahudi biasanya sangat tinggi sekali. Bila
sipeminjam tidak sanggup membayar, maka harta jaminan akan di sita dan bila
tidak mencukupi maka sipeminjam atau keluarganya akan dijadikan budak oleh yang memberi
pinjaman.
Dalam shariah istilah riba dibedakan dua macam yaitu riba
al-Nasiah dan riba al-fadl (Chapera, 1985, halaman 57-61).
Riba al-Nasiah
Kata nasiah berasal dari akar kata nasa’a yang berarti menunda, menunggu,
mengacu kepada waktu yang diberikan kepada sipeminjam uang untuk menunda
pembayaran hutang dari sipemberi pinjam dengan membayar premi tertentu. Oleh
karena itu riba al-nasi’ah diinterpretasikan sebagai bunga.
Pelarangan riba al-nasi’ah dalam Islam berarti penetapan return dimuka dari dari suatu pinjaman
sebagai hadiah dari penundaan waktu uang yang dipinjamkan tidak dibenarkan
berdasarkan shariah. Hal ini juga berlaku apakah return tersebut bersifat tetap
atau bervariasi atas pokok tertentu atau pembayaran jumlah tertentu secara
absolut baik dimuka maupun pada saat jatuh tempo, atau pemberian termasuk jasa
tertentu yang diterima terkait dengan suatu pinjaman.
Riba Al-Fadl
Istilah riba ini berasal dari interpretasi hadist nabi Muhammad Saw yang
menyatakan bahwa pertukaran dari emas, perak, gandum, barley, kurma dan garam dapat dilakukan secara spot dan harus sama.
Terjadi polemik dari ulama mengenai interpretasi hadist ini. Sebagian ulama
menganggap bahwa pertukaran antara barang hanya diperbolehkan atas ke enam
komoditi tersebut saja. Kelompok lain menganggap bahwa hadist ini berlaku untuk
komoditi lainnya yang sejenis terutama untuk barang konsumsi yang dapat
disimpan (penganut paham Imam Safii dan Imam
Hambali.
Meskipun ada berbagai interpretasi terhadap riba Al-Fadl,
namun inti dari pelarangan tindakan riba dalam
Islam adalah tidak membenarkan terjadinya ekploitasi transaksi ekonomi
di masyarakat. Transaksi ekonomi harus dilakukan secara adil, jujur dan saling
menguntungkan.
Pelarangan Riba
dalam Al Qur’an
Alquran melarang perbuatan riba
secara bertahap. Tahap pertama, baru peringatan secara moral bahwa perbuatan
riba tidak disukai oleh Allah. Peringatan ini tertuang dari Surah Ar Ruum :
39 ”Dan suatu riba (tambahan) yang kamu
berikan agar dia menambah harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi
Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipat gandakan.” (QS Ar Ruum : 39).
Tahap kedua, Alquran mulai
mengutuk perbuatan riba. Surah 4 :
160-161 turun ketika muncul perseteruan
antara Muslim dengan kaum Yahudi (mempraktekkan
riba) di Madina. Bunyi ayat tersebut sebagai berikut : ”Maka lantaran kedzaliman yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi itu,
kami haramkan atas mereka beberapa jenis makanan yang baik-baik yang sedianya
dihalalkan kepada mereka. Lantaran perbuatan mereka yang menghalangi manusia
dari jalan Allah yang banyak sekali itu serta mereka yang mengambil riba
padahal mereka telah dilarangnya.” (QS. An-Nisa : 160-161)
Pelarangan
riba yang cukup keras adalah pada tahun ke tiga Hijrah, setelah peperangan
Uhud. Ketika itu kaum Muslim, yang berasal dari Makkah, mencoba untuk
menghimpun dana dengan cara riba (berlipat-lipat keuntungan) untuk mendapatkan
dana buat perang terhadap kaum kafir. Surah 3 : 130 : ”Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu makan riba
dengan berlipat ganda ... ” (QS. Ali_imran : 130 ) Ayat ini diturunkan di
Madinah dan mengandung larangan tegas tentang pengharaman salah satu jenis
praktek riba, yaitu riba Nasi’ah. Namun demikian, larangan dalam ayat tersebut
masih bersifat sebagian, belum menyeluruh. Pengharaman riba pada ayat ini hanya
berlaku bagi praktek-praktek riba yang keji dan jahat, yang bentuknya
membungakan uang dengan berlipat ganda.
Ayat tentang riba yang
terakhir diturunkan adalah firman Allah SWT yang berbunyi: ”Hai
orang-orang yang beriman takutlah kepada Allah dan tinggalkanlah apa yang masih
tersisa dari riba jika kamu orang-orang yang beriman...” (QS. Al-Baqarah :
278). Dengan turunnya ayat ini, maka riba telah diharamkan secara
menyeluruh, tidak lagi membedakan banyak maupun sedikit.
Banyak para ulama dan
pakar ekonomi Islam sependapat bahwa secara shariah, riba menunjukkan sesuatu
Premium yang musti dibayar oleh peminjam kepada sipemberi pinjam atas pokok
(loan) tertentu ketika jatuh tempo. Premi yang dibayar tersebut menurut banyak
fuqaha (jurist) sama dengan bunga uang dalam sistem perbankan.
Sedikit berbeda
dengan pendapat sebagian besar pakar ekonomi
Islam di atas, Hifzur Rab (2002,
hal 105) berpendapat bahwa tingkat suku bunga real (positif) lebih mendekati
riba daripada tingkat suku bunga nominal karena kekayaan yang di simpan dalam
bentuk uang akan berkurang nilainya karena adanya inflasi.
Demikian juga Ishfaq (1993) berpendapat bahwa suku bunga
yang tidak terlalu tinggi dan mencekik menganggap bukan sebagai riba. Dia beragumentasi bahwa bunga yang
dibebankan oleh bank kepada nasabah mereka adalah sebagai return dari jasa dan
kegiatan yang bank lakukan sebagai lembaga perantara antara surplus unit yang
mempunyai kelebihan dana dan defisit unit yang membutuhkan dana untuk membiayai
kegiatan usahanya atau keperluan lainnya.
Pertukaran Mata Uang
Dalam sistem ekonomi Islam, pertukaran mata uang dengan
mata uang yang sejenis, atau pertukaran dengan mata uang asing adalah termasuk
ke dalam aktivitas Sharf. Aktivitas Sharf atau pertukaran mata uang menurut
hukum Islam adalah boleh, sebab sharf adalah
pertukaran harta dengan harta lainnya yang berupa emas dan perak, baik sejenis
maupun yang tidak sejenis dengan berat dan ukuran yang sama dan boleh berbeda
(AL-Malikiy, 1963)
Dasar hukum tidak diperbolehkannya pertukaran mata uang (sharf) tersebut adalah
sabda Rasulullah saw : ” Juallah emas
dengan perak sesuka kalian, dengan syarat harus kontan. ”(HR. Imam Tirmidzi dari Ubadah bin Shamit)
Ubadah bin Shamit mengatakan : Aku mendengar Rasulullah saw melarang
menjual emas dengan emas, perak dengan perak, bur dengan bur, Sya’ir dengan
sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, selain sama antara barang yang
satu dengan barang yang lain, maka barang siapa yang menambahkan atau meminta
tambahan, maka dia telah melakukan riba.” (HR. Imam Muslim)
Rasulullah saw melarang menjual emas dengan perak dengan cara dihutangkan. ”(HR.
Imam Bukhari)
Menurut Al-Bagdhadiy
(1991), dari pengertian hadist di atas dipahami bahwa dalam pertukaran mata
uang, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yakni :
(1)
Jika
pertukaran dilakukan antara mata uang yang sejenis, maka pertukarannya harus
senilai, namun jika tidak sejenis boleh berbeda nilai
(2)
Pertukaran
atau jual beli tersebut haruslah dilakukan secara tunai dan tidak boleh dengan
cara dihutangkan (kredit).
(3)
Pertukaran
antara mata uang tersebut dilakukan dalam satu majlis (tempat)
Sehubungan dengan hal tersebut, jual beli mata uang
tertentu misalnya dolar dengan rupiah adalah aktivitas yang boleh selama
dilakukan secara kontan dan dalam satu majlis. Karena itulah pertukaran uang di
money changer selama memenuhi
ketentuan diatas adalah boleh.
Stabilitas nilai uang
Stabilitas mata uang merupakan salah satu tujuan dari hampir setiap negara
guna menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat maupun memberikan kepastian bagi
dunia usaha. Bila nilai uang tidak stabil, atau mengalami fluktuasi maka sebagian
besar masyarakat tertentu akan menurun tingkat kesejahteraan mereka terutama
yang mempunyai pendapatan tetap. Pengusaha juga akan sulit untuk menentukan
biaya produksi dan harga barang yang akan mereka jual. Sehubungan dengan hal
tersebut, Islam tidak membenarkan kegiatan spekulasi uang guna memperoleh
pendapatan, namun membawa bencana bagi sebagian besar masyarakat.
Mobilisasi Tabungan
Mobilisasi tabungan di masyarakat merupakan salah satu kegiatan utama yang dilakukan
bank, sebagai lembaga intermediasi dalam rangka menghimpun dana dan
menyalurkannya kepada kegiatan ekonomi yang produktif dan bermanfaat bagi
masyarakat. Seperti telah dijelaskan di depan, Islam melarang kegiatan menimbun
uang (hoarding of money) karena uang
menjadi tidak bermanfaat bagi kegiatan ekonomi. Sehubungan dengan bunga tidak
dianjurkan oleh sebagian ulama maka mobilisasi dana tersebut diutamakan
terlaksana dengan cara melakukan pembagian keuntungan (profit sharing).
Praktek-praktek
yang dilarang berkaitan dengan uang
Uang
sudah lama dikenal oleh masyarakat dan
bermanfaat dalam melancarkan kegiatan ekonomi. Dengan adanya uang, transaksi
dapat dilakukan, pertukaran antar barang dan membayar jasa tertentu seperti
memotong rambut, biaya taksi, dll. Namun ada beberapa kegiatan yang berkaitan
dengan uang dilarang oleh kaidah agama yaitu hoarding money dan debasement
of money.
Hoarding of money
Hoarding of money (penyimpanan
uang tanpa memberi manfaat) adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia
dengan menyimpan atau menumpuk uang di rumah atau pada suatu tempat tertentu yang
mengakibatkan uang tidak dapat digunakan untuk bertransaksi atau sebagai alat pertukaran
di masyarakat. Dengan hoarding of money
maka kegiatan sosial atau ekonomi akan lambat berputar, dan harga cenderung akan meningkat karena uang beredar lebih sedikit dari
kebutuhan kegiatan ekonomi. Hoarding of money juga akan mengakibatkan
kegiatan produksi melambat karena kekurangan dana untuk membiayainya. Lebih
lanjut hoarding of money akan
meningkatkan pengangguran dan menurunkan kesejahteraan masyarakat. Sehubungan
dengan hal tersebut, Islam melarang kegiatan hoarding of money. Islam menganjurkan agar uang dapat digunakan untuk
kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat seperti membentuk kerja sama (partnership),
musharakah, serta bentuk mudharabah
dengan pihak lain yang membutuhkan. Dalam bentuk kedua kerja sama ini kedua
pihak akan mendapat keuntungan dengan perjanjian yang disepakati. Demikian pula
bila rugi, maka akan ditanggung bersama. Sebagian besar ulama dan pakar Islam
melarang penggunaan bunga dalam perjanjian di maksud.
Debasement of money
(pemalsuan atau mengurangi kadar emas atau dinar )
Kegiatan
memalsukan uang uang telah lama terjadi di masyarakat, baik dilakukan oleh
sekelompok masyarakat bahkan oleh pemerintah pada masa lalu. Pemalsuan uang
secara fisik (baik uang kertas dan logam) atau mengurangi kadar material untuk
pembuatan uang (uang emas atau dinar pada masa lalu) merupakan suatu perbuatan yang tercela dan
menimbulkan kerugian di masyarakat. Bahkan
Imam Al-Ghazzali[4]
menyatakan bahwa” Adalah suatu kejahatan di masyarakat untuk menggunakan uang
(coin) palsu. Orang yang pertama mengedarkan uang palsu tersebut turut
menanggung dosa orang lainnya yang mengedarkan uang tersebut kepada orang selanjutnya.”
Demikian juga Ibn Taimiya[5]
sangat menentang debasement of currency
dan pencetakan uang yang berlebihan oleh pemerintah. Lebih lanjut dia
mengatakan “ Pemerintah seharusnya mencetak uang sesuai dengan kebutuhan
transaksi masyarakat atau tanpa berlebihan. Kalau nilai intrinsic uang tidak sesuai dengan nilainya (uang tersebut
dipalsukan), maka orang-orang jahat akan mengumpulkan uang yang tidak layak
tersebut dan menukarnya dengan uang yang baik sehingga akan mengacaukan
perekonomian.”
Ada beberapa cara yang dilakukan orang untuk memalsukan uang (Choun, 1996, halaman
11). Pertama, adalah dengan cara
sederhana yaitu mengurangi berat timbangan dari coin yaitu dengan mengurangi
jumlah timbangan bahan yang dibutuhkan untuk membuat coin baik koin emas maupun
perak. Kedua, pencetakan coin tetap
dengan berat yang sama tetapi dengan mengurangi porsi material utama dan
menambahkan material tambahan.
Membeli dan menjual uang sebagai komoditi untuk kegiatan
spekulasi
Sejak
uang tidak dikaitkan lagi dengan emas (runtuhnya Brettoon Wood System, 1971),
ada kecenderungan masyarakat internasional menjadikan uang sebagai komoditi yang diperdagangkan. Hal ini sering membuat uang menjadi tidak
stabil nilainya karena banyak dibeli dan dijual untuk spekulasi. Banyak ahli
ekonomi Islam berpendapat bahwa menjadikan uang sebagai komoditi untuk
diperdagangkan tidak untuk menjadi media pertukaran tidak dibenarkan oleh divine law karena dampak negatifnya
(Hifzur Rab, 2002).
Penggunaan Uang emas (dinar) dan dirham (perak) dalam
sejarah Islam
Penggunaan
uang emas (gold dinar) telah lama dikenal masyarakat Islam (Mohd.Dali), bahkan
uang emas tersebut telah digunakan masyarakat jahiliyah (sebelum masa nabi
Muhammad SA.W). Kata dinar sendiri berasal dari bahasa Yunani, Latin, atau
mungkin berasal dari kata Persia yaitu denarius.
Sementara itu, kata dirham berasal dari nama uang perak drahms yang dipergunakan oleh masyarakat Sesan di Persia .
Kronologis penggunaan uang tersebut adalah seperti dibawah ini (Ali Sakti , 2005.).
Masa Jahiliah
Sebelum nabi Muhammad s.a.w lahir, bangsa Arab telah
lama mengenal uang dinas emas dan dirham untuk transaksi ekonomi. Pada masa tersebut
bangsa Arab telah menggunakan uang dinar emas dan dirham perak untuk menyelesaikan transaksi perdagangan
dengan negara-negara tetangga di kawasan utara dan selatan.
Firman Allah SWT, “Karena kebiasaan
orang-orang Quraisy, (yaitu)
kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin
dan musim panas” (QS. Quraisy [106]: 1-2). Namun, uang yang digunakan
masih dalam bentuk tibr (butiran), Dinar Heraclius (Kaisar Byzantin) dan Dirham
Baghli dari Persia.
Masa Khalifah Abu Bakar
Pada
masa ke Khalifahan Abubakar tidak ada
perubahan apapun terhadap uang yang
berlaku sejak masa Rasullullah. Uang dinar emas dan dirham masih digunakan
masyarakat sebagai alat pembayaran yang sah.
Masa Khalifah Umar
Pada
masa awal pemerintahannya, Umar tetap memberlakukan sistem yang telah
berjalan sejak Khalifah Abu Bakar dan nabi Muhammad S.A.W. Namun, pada tahun 18
Hijriah atau tahun keenam dari pemerintahannya, Umar memasukkan beberapa
kata Arab pada uang Persia dan Romawi
yang beredar, seperti kata “Bismillah”, “Alhamdulillah”, “Bismi Rabbi”, “
Muhammad Rasulullah”. Pada masa Khalifah
Umar pernah direncanakan untuk membuat
dirham dari kulit unta namun rencana
tersebut dibatalkan khawatir akan terjadinya kelangkaan terhadap unta.
Masa Bani Umayyah
Pada masa-masa ini ada beberapa jenis mata uang yang
dibuat. Al-Hajjaj pada akhhir tahun 75 H membuat dirham baghli. Abdullah bin
Zubair???? membuat dirham sendiri dan membubuhkan namanya
(Abdullah Amir al-Mu’minin). Demkian juga ketika Mush’ab bin Zubair menjadi Gubernur
Irak, dia membuat dirham khusus .Selanjutnya,
pada tahun 76 H Abdul Malik bin Marwan melakukan upaya unifikasi mata uang diseluruh wilayah..
Dapat
diinformasikan ketika Abdul Malik bin Marwan memerintah, dia membuat kebija kan untuk tidak menggunakan mata uang non-Islami dan memerintahkan
pembuatan uang Islami oleh institusi
pemerintah. Kebija kan pembuatan uang
Islami seperti itu dilanjutkan oleh pemerintah- pemerintah Islam sesudahnya
Masa Pemerintahan Daulah Utsmaniah
Pada masa Daulah Utsmaniah terjadi beberapa kali
pergantian penggunaan uang untuk kegiatan ekonomi. Sultan
al-Dzahir Burquq pada tahun 781 H membatalkan penggunaan uang perak campuran yang dibuat oleh
Sultan al-Dzahir Baibras. Sultan Burguq kemudian memperkenalkan fulus tembaga
sebagai uang. Dalam tahun 1254 H uang fulus tembaga digantikan peggunannya
dengan uang kertas yang disebut “al-Qa’imah”. Uang kertas ini hanya berlaku
selama selama 23 tahun. Namun, dalam tahun 1278 H, uang kertas tersebut
dibekukan karena penerbitan uang tersebut mengakibatkan hilangnya kepercayaan
masyarakat terhadap uang kertas dimaksud.
Dalam tahun tahun 1293 H penggunaan
uang kertas diberlakukan kembali dan Tahun 1332 H pemerintah memberlakukannya
secara paksa, dan berlanjut hingga Pemerintahan Utsmani jatuh. Pada
zaman tersebut untuk perdagangan dengan bangsa-bangsa lainnya, bangsa Arab menggunakan uang emas dinar dari
kekaisaran Byzantium.
Selama pemerintahan bani Umayah,
uang dinar emas dibuat secara independent dari system international. Pada
masa-masa ini, kemurnian uang emas dapat dipertahankan. Namun debasement
(pemalsuan) uang mulai terjadi pada akhir bani Abbasiah ketika pemerintahan
sangat lemah. Dengan adanya debasement,
kemurnian uang emas menjadi berkurang . Sesuai dengan Greshem’s law maka bad money akan menggantikan good money.
Mesir, dibawah pemerintahan bani Fatima, juga menggunakan uang emas sebagai
alat untuk media pertukaran. Namun, ketika bani Ayubi mengambil alih
pemerintahan dari bani????? Fatima, dia memperkenalkan mata uang dirham
(silver) dan menyimpan uang emas di treasury
pemerintah. Pada awal pemerintahan Mamluk ini, penggunaan mata uang dinar dan
dirham diterapkan secara paralel. Namun, kemudian sistem ini dirubah dengan
memperkenalkan mata uang dari tembaga (copper) yang dinamakan fulus. Sejak saat
itu, inflasi yang tinggi terjadi dan menyengsarakan masyarakat.
Al-Maqrizi menjelaskan dalam “Intighat”
bahwa penggunaan fulus sebagai uang, menggantikan dinar dan dirham, terjadi
pada akhir masa Mamluk. Awal mulanya adalah adanya kelangkaan atas perak
(dirham) karena perdagangan internasioanal
dimana pedagang-pedagang membawa keluar negeri perak guna membayar
transaksi dagang mereka. Disamping itu, perak juga dipakai untuk membuat
barang-barang dekorasi serta barang mewah alat rumah tangga lainnya dan alat
keperluan lainnya. Kondisi ini mengakibatkan perak menjadi langka di pasar.
Kondisi ini semakin diperburuk dengan kebija kan
pemerintah untuk menyimpan dinar pada treasury pemerintah.
Kelangkaan dinar dan dirham di pasar
mengakibatkan perekonomian menurun karena uang untuk melakukan transaksi juga
semakin berkurang. Untuk menjaga agar perekonomian tidak semakin melambat,
pemerintah Mesir (Sultan Barkuk 1382-1399) melakukan import fulus (tembaga)
dalam jumlah besar yang akan digunakan sebagai uang. Fulus saat itu tersedia
dalam jumlah besar dan murah di pasar luar negeri. Import tersebut dilakukan
dengan pedagang dari Eropa dengan menggunakan
uang dirham.
Ketika Sultan Barkuk meninggal pada
801 H, harga mulai meningkat dan terjadi selama tiga tahap. Tahap pertama (801-805 H) peningkatan harga belum tinggi.
Namun, pada tahap ke dua (806-814 H), perekonomian mengalami hyper-inflasi.
Inflasi terus meningkat dengan adanya bencana alam yaitu mengeringnya sungai
Nil, sehingga panen gagal. Sebagai contoh, pada masa ini anak lembu dijual
dengan harga 7000 dirham dimana harga resminya hanya 500 dirham. Tahap ketiga
adalah dengan memperkenalkan kembali silver dirham sebagai mata uang pada masa
Sultan Muaayad dan reformasi moneter yang
diusulkan oleh Al-Maqrizi. Pada akhir masa pemerintahan sultan Muaayad, ekonomi
mengalami penurunan
Istilah Uang dalam khazanah hukum Islam :
Dalam khazanah hukum Islam uang dikenal dengan berbagai
nama atau istilah yaitu :
- Nuqud (bentuk jamak dari
naqd)
- Atsman (bentuk jamak dari
tsaman)
- Fulus (bentuk jamak dari
fals)
- Sikkah
- ‘Umlah
Ulama fiqih pada umumnya menggunakan istilah nuqud
dan tsaman
Pengertian Nuqud
Beberapa pakar ekonomi Islam
mendefisinsikan istilah Nuqud sebagai :
· “ Semua hal yang digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi, baik
Dinar emas, Dirham perak maupun fulus tembaga “ (Muhammad al-Sayyid’Ali,
al-Nuqud wa al-Sikkah, (Mansyurat al-Maktabah al-Haidariyah, 1967), h.44).
· “Segala sesuatu yang diterima
secara umum sebagai media pertukaran dan pengukur nilai “ (‘Auf Mahmud al-Kafrawi, al-nuqud wa al-Masharif fi al-Nidzam
al-Islami, (t.t: Dar al-Jami’at al-Mishriyah, 1407 H), h. 14;
definisi serupa dikemukakan oleh Ibnu Mani’ yang menegaskan bahwa uang boleh
terbuat dari bahan jenis apa pun[6],
“Nuqud adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat,
baik terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, dan
diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas.” (Muhammad Rawas Qal’ah Ji, al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashirah fi
Dhau’ al-Fiqh wa al-Syari’ah, (Beirut: Dar al-Nafa’is, 1999), h. 23.).
Syarat minimal sesuatu dipandang sebagai uang
Menurut Muhammad Rawas Qal’ah Jiada beberapa syarat
sesuatu komoditi dapat disebut sebagai uang yaitu:
1. Substansi benda tersebut tidak bisa dimanfaatkan secara langsung
melainkan hanya sebagai media untuk memperoleh manfaat
2. Dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki otoritas untuk menerbitkan uang seperti bank sentral
Istilah dalam Al-Qur’an
untuk menunjukkan uang atau fungsinya :
DIRHAM ; QS. Yusuf (12) ayat 20 : “Dan mereka menjual Yusuf
dengan harga yang murah,
yaitu beberapa dirham saja…”.
DINAR ; QS. Ali ‘Imran (3) ayat 75 : “Di antara Ahli Kitab
ada orang
yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang
banyak,
dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada
orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu
dinar,
tidak dikembalikannya padamu, kecuali jika kamu
selalu
menagihnya…”
Istilah dalam Al-Qur’an
untuk menunjukkan uang atau fungsinya :
EMAS ; QS.
at-Taubah (9) ayat 34 : “…Dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada
jalan Allah, maka beritahukanlah kepada
mereka, (bahwa
mereka akan
mendapat) siksa yang pedih.”
QS. Ali ‘Imran (3) ayat 91 : “Sesungguhnya
orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka
tidaklah akan diterima dari seseorang di
antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang
sebanyak) itu...”.
PERAK
; QS. Ali ‘Imran (3) ayat
14 : “Dija dikan indah pada
(pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu:
wanita-
wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak…”;
QS. al-Kahf (18)
ayat 19 : “…Maka suruhlah salah
seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini..”.
Fiqh atas uang dinar (emas) dan dirham (perak)
Ulama
fiqih mempunyai dua pendapat mengenai penggunaan dinar dan perak sebagai uang
yaitu menolak penggunaan komoditi lain diluar dinar dan perak dan membolehkan
komoditi lain di luar dinar dan dirham sebagai uang.
MENOLAK Penggunaan uang selain dari bahan emas dan perak
Argumentasi
kelompok yang menolak uang selain dari bahan emas dan perak adalah karena uang adalah masalah syari’ah yang
pengaturannya tidak diserahkan oleh Allah kepada kehendak
manusia. Allah telah memberikan batasan dan ketentuan serta
menetapkan emas dan perak sebagai astman (harga, nilai) dan nuqud
(uang) yang wajib digunakan, serta tidak memberlakukan hukum nuqud
pada selain emas dan perak.”
Dasar
argumentasi kelompok yang menolak penggunaan uang selain dari bahan emas adalah :
1. Interpretasi terhadap beberapa ayat Alquran :
Beberapa ayat dalam Alquran menyebutkan emas
dan perak berfungsi sebagai uang . Surat Al –Taubah :34 “… Dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menafkahkannya pada
jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa
mereka akan mendapat) siksa yang pedih”). Ayat lain,. Ali ‘Imran [3]: 14).: “Dija dikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, Dalam ayat ini, emas dan perak
dinyatakan sebagai sarana untuk mengukur
nilai.
2. Sunnah Taqririya
Ulama kelompok
ini ini juga menginterpretasikan bahwa emas dan perak sebagai
unit
pengukur atau alat pertukaran berdasarkan interppretasi Sunnah Tarriyya.
Rasulullah
sa.w. menerima penggunaan emas dan perak dalam melakukan
transaksi
ekonomi di Mekkah dan Madinah.
3. Berdasarkan ibadah/mu’amalah yang didasari atas emas
dan perak. Sebagai
contoh,
perhitungan zakat harta/uang berdasarkan perhitungan atas emas dan
perak.
4. Ijma sahabat dengan melihat pada zaman
kekalifahan sesudah Nabi Muhammad
SAW wafat
mereka tetap menggunakan emas dan perak sebagai alat
pembayaran
atau uang.
5. Berdasarkan realitas bahwa Islam melarang pria
memakai perhiasan dari emas dan perak
serta pendapat Al-Maqrizi bahwa untuk mencapai sistem moneter
Islam yang
stabil, kita membutuhkan alat ukur suatu nilai yang stabil. Emas dan perak memenuhi kriteria tersebut.
Membolehkan Penggunaan uang selain dari bahan emas dan
perak
Sementara
itu, sekelompok ulama lain yang membolehkan penggunaan uang selain dari bahan
emas dan perak berargumentasi bahwa nuqud dan atsman adalah
persoalan tradisi dan praktik yang digunakan oleh masyarakat dan tidak terbatas
hanya pada materi atau bahan tertentu.
Kelompok atau ulama yang mendukung pendapat ini antara lain : Shaybani
(Pengikut aliran Imam Hanafi), Ibnu Taymiyyah (pengikurt Imam Hambali), Yusuf
Qardawi, M. Taqi Usmani, serta pendapat dari Contemporary Fiqh Councils. Dasar
pemikiran ulama kelompok ini yaitu :
- Kaidah fiqh, “Hukum asal
tentang sesuatu adalah boleh” Dalam konteks mata uang, tidak satu pun dalil yang melarangnya; dengan
demikian hukumnya menjadi boleh dengan status “halal asli” (al-hill
al-ashli).
- Meskipun sunnah taqririyya
mendukung bahwa emas dan perak adalah sebagai uang, namun itu tidak berarti
bahwa hanya kedua komiditi tersebut yang diperbolehkan sebagai uang.
Sebagai contoh, pada masa Khalifah Umar ibnu Khattab beliau pernah
mengusulkan kulit unta sebagai uang. Namun usulan tersebut ditentang oleh
sahabat antara lain karena pertimbangan dikhawatrikan unta akan menjadi
langka.
- Kaidah fiqh menyatakan, “Al-‘Adah
muhakkamah” (Adat dan kebiasaan menjadi acuan hukum). Ketika Islam
memberlakukan dan mengatur mata uang emas dan perak, hal itu disebabkan
keduanya adalah mata uang yang berlaku dan menjadi alat ukur nilai (harga)
di tengah-tengah masyarakat.
- Prinsip ibahah yaitu
sesuatu diperbolehkan keculai dilarang dalam Al-Quran atau sunnah.
Berkenaan tidak ada satu ayat pun maupun sunnah yang melarang komoditi
lain sebagai uang, maka uang tidak hanya emas dan perak.
- Masalah uang merupakan mashalih
mursalah, yakni suatu kemaslahatan
yang
tidak ada dalil khusus yang melarang atau memerintahkan untuk
mewujudkannya.
6. Tujuan dari shariah adalah untuk
membuat kemudahan bagi manusia, tidak kesukaran. Ada kemungkinan kelangkaan
atas emas dan perak sebagai uang kalau uang dibatasi hanya emas dan perak
karena adanya keterbatasan dari tersedianya kedua komoditi tersebut dalam
memenuhi kebutuhan transaksi keuangan umat manusia karena perkembangan ekonomi
yang semakin meningkat secara global. Sehubungan dengan itu, penggunaan
komoditi lain sebagai uang masih dimungkinkan.
Otoritas Penciptaan Uang
Uang
telah lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat. Penerbitan uang lazimnya
dilakukan oleh Pemerintah atau otoritas moneter karena bertindak sebagai
lembaga yang mempunyai wewenang untuk menciptakan dan mengedarkan uang.
Penciptaan uang kertas pertama kali pada awal abad ke-9 di Cina (Suseno dan Solikin ,
2004), sejak itu teknologi pencetakan uang terus berkembang sesuai dengan
perkembangan teknologi.
Dalam perekonomian moderen, dalam suatu pemerintahan yang struktur
kelembagaannya sudah tertata dengan baik, penguasa negara menetapkan lembaga
yang mempunyai wewenang dan memegang
peranan utama dalam penciptaan uang, yang meliputi kegiatan pengeluaran dan
pengedaran uang. Hal ini terjadi tidak lain karena keberadaan uang dianggap
mewakili keberadaan negara yang bersangkutan. Sangatlah wajar apabila
ditetapkan lembaga yang atas nama negara atau pemerintahan yang berwenang untuk
menciptakan uang. Pada umumnya, lembaga ini dikenal sebagai otoritas moneter
atau bank sentral. Dengan semakin tumbuh dan berkembangnya suatu pemerintahan,
terutama dengan semakin meningkatnya kegiatan perekonomian suatu negara,
keberadaan lembaga yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan masalah uang
tersebut semakin dibutuhkan.
Hampir setiap negara di dunia mempunyai lembaga yang bertugas untuk
melaksanakan fungsi otoritas moneter, yang salah satunya adalah mengeluarkan
dan mengedarkan uang. Di Indonesia fungsi tersebut sesuai dengan undang-undang
yang berlaku, Undang-Undang
No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dilaksanakan oleh Bank
Indonesia. Fungsi otoritas moneter di berbagai negara pada umumnya juga
dilaksanakan oleh bank sentral negara yang bersangkutan, misalnya di Malaysia
dilakukan oleh Bank Negara Malaysia, di Thailand oleh Bank of Thailand, dan di
Inggris oleh Bank of England. Meskipun demikian, di beberapa negara, selain
bank sentral, Treasury department juga mempunyai wewenang dalam melaksanakan
fungsi otoritas moneter. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, selain bank
sentral (the Federal Reserve),
Departemen Keuangan (Treasury Department)
juga mempunyai wewenang untuk menciptakan uang dengan pecahan logam tertentu
(Hubbard, 2002).
Uang beredar
Dalam
sehari-hari sering didengar istilah uang beredar. Secara sederhana uang beredar
dapat dikelompokan kedalam uang beredar dalam arti sempit (M1) dan dalam arti
luas (M2). Uang beredar dalam arti sempit (M1) dapat didefinisikan sebagai
kewajiban sistem moneter[7]
yang terdiri atas uang kartas dan uang giral. Sementara uang beredar dalam arti
luas (M2) atau likuiditas perekonomian adalah kewajiban dari sistem moneter
yang meliputi uang kartal, uang giral, serta uang kuasi.
Uang kartal terdiri atas uang kertas
dan uang logam yang dikeluarkan oleh suatu bank sentral atau otoritas moneter
sebagai alat pembayaran yang syah di suatu negara. Uang giral adalah simpanan (tabungan)
milik penduduk pada sistem moneter yang terdiri atas rekening giro, kiriman
uang (transfer), serta kewajiban segera lainnya antara lain simpanan berjangka
yang telah jatuh waktu. Sementara uang kuasi adalah simpanan dan valuta asing
milik penduduk pada sistem moneter yang untuk sementara waktu kehilangan
fungsinya sebagai alat tukar. Uang kuasi tersebut terdiri dari simpanan
berjangka dan tabungan dalam rupiah (untuk Indonesia) serta simpanan dalam
valuta asing lainnya.
Teori Permintaan Uang
Teori permintaan uang sudah lama dikenal dan mengalami
perkembangan-perkembangan dari waktu ke waktu. Secara garis besar teori
mengenai uang dapat dikelompokkan kedalam traditional
quantity theory of money dan modern
quantity theory of money.
Traditional quantity theory of money
The quantity theory of money
adalah teori uang yang cukup lama dan sangat sederhana menggambarkan tentang
peranan uang dalam ekonomi makro. Teori yang dikemukakan oleh Richard Cantillon
pada 1734 pada hakekatnya terdiri dari dua proposisi yaitu :
(1) Peningkatan uang di suatu negara akan menyebabkan masyarakat untuk meningkatkan
pengeluaran mereka lebih besar dan
(2) Peningkatan pengeluaran masyarakat
tersebut akan meningkatkan pendapatan nasional nominal (GNP).
The Transaction –Velocity Approach
Pernyataan quantity theory di
atas kemudian dirumuskan oleh Irving Fischer
dengan persamaan yang disebut equation
of exchange yang secara sederhana dapat ditulis sebagai berikut :
MV = PT (1)
dimana : M = Jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian
V = Kecepatan perputaran uang (Velocity of
money)
P = Tingkat Harga
T = Banyaknya transaksi per satuan waktu
Bila kita mengassumsikan V konstant,
maka peramaan dapat dibuat menjadi
P = M V (2)
T
Tingkat harga akan tetap bila pertumbuhan uang beredar dimasyarakat sama
dengan pertumbuhan T.
Cash Balance approach
Pendekatan teori cash balance
yang dipeolopori oleh A.C.Pigo (1877-1959), Professor pada Cambridge
University, masih menggunakan suatu identiti seperti equation of exchange yaitu .
MV = PT
M = PT atau
(3)
V
M = 1 (PT) kemudian
(4)
V
k = 1 (5)
V
Substitusikan k ke persamaan (4) maka
M = kPT (Cambridge equation) (6)
Meskipun persamaan 1 dan 6 kelihatan sama dalam persamaan, namun bila
dilihat dari analisis ekonomi ada mempunyai perbedaan. Pertama, dalam Cambride equation, simbol k merupakan reciprocal dari velocity (k
= 1/V).
Sebagai contoh, misalnya volume penjualan PT dalam ekonomi setahun sebesar
Rp15.000 miliar, dan money supply sebesar Rp3000 miliar. Dari informasi ini
maka dapat kita peroleh V atau perputaran uang sebesar 5 yaitu
MV = PT
3000 V = 15.0000
V = 15.000/3000
Bila di lihat dari cash balance
maka, ditemukan angka 1/5 yaitu masyarakat secara rata-rata memegang 1/5 dari
volume penjualan setahun dalam bentuk cash
balance yaitu
M = kPT
3000 = k 15.000
k = 3000/15.000
k = 1/5
Kedua, dalam cambridge equation
dimana
M = kPT
Sisi kiri dalam ekonomi disebut supply
akan uang , sedangkan sisi kanan adalah fraction dari volume penjualan dalam
perekonomian dimana masyarakat memegang dalam dalam bentuk cash balance atau dikenal sebagai permintaan akan uang. Bila bank
sentral meningkatkan uang beredar dari Rp3000 miliar menjadi Rp4000 miliar,
maka k akan meningkat dari 1/5 menjadi 4/15. Hal ini berarti masyarakat akan
memegang cash balance yang lebih
besar dan akan mendorong pengeluaran sehingga akan mendorong harga.
Income version dari Persamaaan Cambridge
Meskipun persamaan uang versi Cambridge dimana M =kPT sangat menarik untuk dianalisis,
namun dalam prakteknya sering dipertanyakan. Pertama, menyangkut mengenai
masalah pengukuran. Dalam sehari-hari sangat sulit untuk mengukur T atau seluruh transaksi dalam ekonomi
yang terjadi pada periode tertentu. Demikian juga dengan P sebagai ukuran harga rata-rata dari transaksi yang terjadi dalam
perekonomian. Kedua, ada ketidak jelasan mengenai apa yang harus diukur dari P
dan T. Pengukuran T termasuk ddidalamnya adalah transaaksi dari penjualan
rumah, kendraaan lama yang dalam masyarakat tidak mengakibatkan peningkatan
kesejahteraan. Ekonom terutama tertarik dengan pengukuran dari barang dan jasa
yang baru.
Sehubungan dengan
argumentasi tersebut, maka para ekonom menggantikan persamaan PY dengan gross national product (GNP) dengan
persamaan sebagai berikut :
Y = nominal national income
y = real national income
P = Implicit dari deflator harga GNP
Dimana berdasarkan definsi
Y = Py atau
Nominal income sama dengan pendapatan real dikalikan dengan indeks harga.
Selanjutnya Cambridge equation
dapat ditulis ulang dengan
M = kY atau (7)
M = kPy (8)
Persamaan ini dinamakan Income
version yang memberikan nuansa baru terhadap traditional quantity theory of money. Dengan persamaan baru ini
maka dapat dinyatakan permintaan akan uang adalah proportional terhadap nominal national income.
Persamaan (8) dapat ditulis ulang dengan
M = ky
P
M/P dinamakan real cash balance
atau nilai daya beli uang . Jadi jika jumlah uang beredar tetap, dan harga
meningkat dua kali, maka real cash
balance akan menjadi separuh dari sebelum peningkatan harga. Implementasi
dari persamaan ini, meskipun bank sentral misalnya dapat menjaga jumlah nominal
uang yang beredar, namun dia tak akan mampu mengontrol real cash balance.
Kritik-kritik terhadap Traditional Quantity Theory
Traditional quantity theory mengenai uang mendapat kritik terutama setelah
terbitnya buku J.M.Keyness” General Theory ofEmployment, Interest and Money “
tahun 1936. Kritik tersebut berfokus kepada tiga aspek yaitu perilaku empiris
dari k atau V, asumsi full employment, serta asumsi independensi daru M dan k
atau V.
Perilaku empiris dari k (atau V)
Asumsi bahwa V atau k stabil karena
variable tersebut tergantung dari mekanisme pembayaran dan kebiasaan
spending masyarakat yang diprakirakan tidak banyak berubah, dalam kenyataannya V
relatif tidak stabil di banyak negara. Ketidak stabilan V tersebut antara lain karena semakin berkembangya
produk keuangan dan semakin cepatnya pertumbuhan uang beredar terutama setelah
sistem fiat money (pencetakan uang tidak lagi dikatikan dengan cadangan emas
yang dimiliki suatu negara).
Asumsi full employment
Asumsi traditional quantity theory atas upah yang fleksibel sehingga dalam
jangka panjang capitalist economy dalam keseimbangan dengan kondisi full
emplyment. Konsekewnsi dari asumsi full employment ini adalah peningkatan jumlah
uang berdar di masyarakat akan berdampak terhadap peningkatan harga. Asumsi
full employment dalam kenyataan tidak pernah tercapai (Keyness, 1936).
Independens dari M dan k (atau V)
Salah satu kritik Keyness terhadap independens dari M dan k (atau V)
terkait dengan theory Keyness mengenai tingkat suku bunga. Keyness theory
tentang bunga mengatakan bahwa tingkat suku bunga ditentukan oleh supply dan
demand akan uang. Keyness lebih lanjut mengatakan bahwa jumlah uang yang
diminta adalah fungsi dari tingkat suku bunga (harga). Semakin rendah tingkat
suku bunga maka semakin besar jumlah uang yang diminta.
Dalam cambridge equation dimana M = kY, bila M meningkat dan k dianggap
konstant, maka peningkatan uang akan mendorong Y naik melalui harga. Keyness
membantahnya dengan mengatakan bahwa jika M atau uang meningkat, maka k akan
meningkat pula. Dalam grafik...., jika uang meningkat dari Ms0 ke Ms1, maka jumlah
uang yang diminta juga meningkat dari K1 ke K2. Demikian juga suku bunga akan
turun dari io ke i1. Keyness lebih lanjut mengatakan perubahan tingkat suku
bunga dan uang tersebut tidak otomatis mengakibatkan peningkatan Y tetapi
diadjust melalui perubahan k.
Modern Quantity Theory of Money
The Quantity Theory of milton Friedman
Milton Friedman, salah seorang pemenang nobel ekonomi, melihat permintaan akan uang berdasarkan pendekatan theory of consumer choice. Friedman
melihat ada lima faktor yang menentukan permintaan akan uang yaitu (1) utility of money balances, (2) tingkat harga, (3) tingkat real income (4) tingkat suku bunga , serta (5) tingkat perubahan
dari harga.
Secara sederhana permintaan akan uang Friedman dapat ditulis
Md = f(U,P, y,i, P) dimana
(1)
U = utility of money
balances
P = tingkat harga
y = tingkat real income
i = tingkat suku bunga
P = perubahan tingkat
harga
Model di atas disederhanakan dengan mengeluarkan beberapa variable.
Variable U, utility of money balances,
diasumsikan stabil oleh karena itu dikeluarkan dari model. Demikian juga dengan
variable P dot, karena Friedman menganggap Amerika Serikat tidak pernah
mengalami hyper- inflasi. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka model permintaan akan uang Friedman menjadi
Md = f (P,y,i) (2) dimana
P adalah tingkat harga,
y adalah real income
i adalah tingkat suku bunga
Persamaan (2) kemudian disederhanakan menjadi
Md = a Pybic (3)(358) dimana
a, b dan c adalah konstanta yang akan ditentukan oleh analisis regresi.
Dengan mengasumsikan bahwa ekonomi akan melakukan penyesuaian dengan cepat
terhadap ketidaksemimbangan, maka diasumsikan apabila ada perubahan dari money
supply, maka permintaan akan uang melakukan penyesuaian dengan cepat pula.
Secara aljabar dapat ditulis Md = Ms (4)
Substitusikan persamaan 4 ke 3, maka
Ms = aPybic (5) ....hal 359 untuk sederhana, persamaan ditulis
M = aPybic (6) kemudian kedua sisi dibagi dengan P, maka
M/P = aybic (7)
M/P adalah real money balances dan persamaan tersebut dapat ditulis menjadi
Log M/P = log a + b (log y) + c (log i) (8)
Persamaan 8 ini sering digunakan dalam menghitung permintaan akan uang oleh
banyak peneliti.
Supply uang
Ada beberapa pihak yang dapat mempengaruhi proses penciptaan uang atau
supply uang di masyarakat. Pihak-pihak yang terlibat tersebut dapat kita kelompokkan
menjadi empat kelompok utama yaitu (1) otoritas moneter (bank sentral) (2)
Pemerintah (3) bank umum dan (4) masyarakat atau sektor swasta domestik.
Penciptaan uang primer oleh otoritas moneter atau bank
sentral
Pada hampir seluruh negara, otoritas moneter atau bank sentral diberikan
wewenang untuk mengedarkan uang kertas dan logam guna memenuhi kebutuhan
masyarakat dan juga sebagai lender of the last resort. Berkenaan dengan
pengedaran uang bank sentral biasanya bersifat pasif sesuai dengan kebutuhan
masayarakat. Sebagai lender of the last resort, atau fungsi Bank Sentral dalam
membantu bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas sementara, Bank
Indonesia dapat memberikan pinjaman kepada bank-bank. Hal ini dilakukan Bank
Sentral dengan mememberikan pinjaman
atau mendebet rekening bank yang sedang butuh likuiditas tersebut. Tindakan ini
otomatis menambah uang beredar.
Disamping itu, bank
sentral juga menerima simpanan giro bank umum terutama untuk memenuhi kewajiban
giro minimum yang harus bank-bank pelihara di bank sentral atas dana pihak ke
tiga yang mereka himpun. Pemerintah pada umumnya juga memelihara rekening giro
di bank sentral karena bank sentral sebagai kasir pemerintah dalam rangka pelaksanaan
anggaran.
Uang kartal yang berada di
masyarakat dan bank umum serta giro bank umum di bank sentral tersebut
dinamakan uang primer uang inti (suseno dan Solikin ,
2002). Di Indonesia, uang primer didefinisikan sebagai kewajiban otoritas
moneter (Bank Indonesia) terhadap sektor swasta domestik dan bank umum Bank yang
terdiri dari uang kertas dan logam yang berada di luar bank Indonesia serta
simpanan giro bank umum di Bank Indonesia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi uang primer
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi uang primer dapat dilihat
dari neraca otoritas moneter. Neraca otoritas moneter adalah neraca bank
sentral yang dikonsolidasikan sedemikian rupa sehingga sisi pasiva merupakan
komponen uang primer dan sisi aktiva adalah faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Neraca
Otoritas Moneter
Aktiva
|
Pasiva
|
Aktiva Luar Negeri
Bersih (ALNB)
Aktiva Dalam Negeri
Bersih (ADNB)
i.
Tagihan bersih pada
pemerintah pusat
ii.
Tagihan pada sektor swasta
domestik
iii.
Tagihan pada bank umum
iv.
Aktiva Lainnya Bersih
|
Uang kartal
- di masyarakat (C)
- di bank umum
Saldo giro (R)
v.
miliki bank umum
vi.
milik masyarakat
|
Dari neraca sederhana otoritas moneter tersebut dapat
terlihat bahwa sisi pasiva adalah merupakan komponen uang primer yang terdiri
dari (i) Uang kertas dan logam yang beredar di masyarakat maupun yang ada di
kas bank umum, dan (ii) Saldo rekening giro atau cadangan milik bank umum dan
masyarakat di Bank Indonesia
Sementara itu, sisi aktiva neraca otoritas moneter mencatat faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan uang primer, yaitu:
(i) Aktiva Luar Negeri Bersih/ALNB (net foreign assets)
ALNB adalah netto dari transaksi luar negeri pemerintah antara
lain akibat penarikan pinjaman luar negeri maupun pembayaran utang luar negeri
maupun kewajiban lainnya dalam valuta asing.
(ii)
Aktiva Dalam Negeri Bersih (net domestic
assets)
Faktor ini bersumber dari transaksi dalam bentuk mata
uang domestik yang dilakukan oleh pemerintah, sektor swasta domestik, dan bank
umum. Transaksi oleh pemerintah antara lain berkaitan dengan penerimaan dan
pengeluaran pemerintah yang tercermin dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja
Negara (APBN). Sementara itu, tagihan kepada sektor swasta domestik dan bank
umum antara lain berkaitan dengan pemberian bantuan likuiditas dalam rangka
pelaksanaan fungsi lender of last resort.
(iii) Aktiva Lainnya Bersih (net other items)
Faktor atau sumber ini merupakan pos yang disediakan
untuk menampung berbagai pos yang tidak dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok
yang telah disebutkan sebelumnya. Salah satu contohnya adalah pos Modal dan
Cadangan, serta SBI yang dimiliki oleh bank-bank.
Penciptaan uang oleh
Bank Umum dan perlipatan gandaan uang
Dalam
perekonomian suatu negara ,Bank umum mempunyai peranan yang penting dalam
pencipataan uang beredar. Bank umum mempunyai kemampuan untuk menciptakan uang
giro dan uang kuasi melalui sistem perbankan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi uang beredar
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi uang beredar dalam arti
sempit (M1) atau uang beredar dalam arti
luas ( M2), dapat dilihat dari neraca sitem moneter moneter. Neraca sitem
moneter moneter adalah neraca analitis yang merupakan konsolidasi dari neraca
otoritas moneter dan neraca gabungan bank umum (Statistik Ekonomi keuangan
Indonesia).
Disisi pasiva neraca,
neraca sistem moneter ini meggambarkan jumlah uang yang beredar yang merupakan
kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik (penduduk). Sementara
sisi aktiva neraca menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang
beredar yang terdiri dari atas sektor luar negeri bersih, tagihan bersih kepada
Pemerintah, tagihan bersih kepada sektor swasta, serta faktor lainnya bersih.
Neraca
sistem Moneter
Aktiva
|
Pasiva
|
Aktiva Luar Negeri
Bersih
Tagihan bersih pada
pemerintah pusat
Tagihan pada sektor swasta
domestik dan perorangan
Tagihan pada lembaga Pemerintah
dan BUMN
Lainnya bersihAktiva Lainnya Bersih
|
Uangkartal di masyarakat (C)
Uang Giral
(D)
Uang beredar dlm artis sempit (M1)
Uang kuasi
(T)
Uang beredar dalam arti luas (M2)
|
Kewajiban sistem monterner
yang terdiri dari dari uang kartal dan giral , disebut uang beredar dalam arti
sempit (M1). Bila M1 ditambahkan dengan uang kuasi maka didapat uang beredar
dalam arti luas (M2) atau likuiditas perekonomian.
Uang kartal terdiri dari
uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai alat
pembayaran sah di Indonesia. Uang giral adalah simpanan rupiah milik penduduk
pada sistem moneter yang terdiri atas rekening giro, kiriman uang (transfer, dan
atau kewajiban segera lainnya yang telah jatuh waktu. Sementara itu, uang kuasi
merupakan simpanan rupiah dan valuta asing milik penduduk pada sistem moneter
yang terdiri atas simpanan berjangka dan tabungan dalam rupiah, serta simpanan
dalam valuta asing lainnya.
Uang dan Ouput
Dilihat
dari segi waktu, ada dua hal penting yang terkait antara uang, inflasi dan
output. Pertama, dengan melihat data historis baik jangka panjang maupun pendek
dari hubungan antara variable –varible tersebut dapat dievaluasi model teori
tentang uang. Kedua, dengan melihat data empiris diharapkan dapat mereview
mengenai pengaruh uang, kebijkana moneter atas kegiatan ekonomi (Walsh, 2001 halaman 19).
Hubungan jangka Panjang
Banyak
kajian jangka panjang yang dilakukan untuk melihat hubungan antara uang inflasi dan output.
Salah satunya adalah kajian dari McCandless dan Weber (1995). Dari hasil studi
kedua ekonom tersebut selama 30 tahun dengan data 110 negara ada beberapa hal yang dapat
disimpulkan. Pertama, hubungan antara inflasi dan pertumbuhan uang beredar
bervariasi antara 0,92 dan 0,96 tergantung dari definisi uang yang digunakan
oleh negara-negara yang diteliti. Hubungan yang sangat kuat antara inflsi dan
pertumbuhan uang beredar ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh beberapa
peneliti lainnya dengan menggunakan sample data yang lebih kecil seperti Lucas
(1980), Geweke (1986)., serta Rolnick dan Weber (1994). Hubungan yang konsisten
ini mendukung salah satu teori uang “perubahan pada pertumbuhan uang akan
mendorong tingkat perubahan inflasi (Lucas, 1980).
Kesimpulan kedua McCandless dan
Weber tentang studi mereka adalah mengenai tidak adanya korelasi antara inflasi
atau pertumbuhan uang dengan pertumbuhan real dari output. Jadi ada banyak
negara dengan pertumbuhan output yang rendah dengan pertumbuhan uang yang
rendah, serta inflasi yang rendah pula. Ada pula negara-negara dengan
pertumbuhan yang rendah, dan pertumbuhan uang dan inflasi yang tinggi.
Kesimpulan ini tidak sekuat antara hubungan pertumbuhan uang dan inflasi.
Sebagai contoh, McCandless melaporkan bahwa pada negara-negara OECD terdapat
korelasi yang positif antara real output growth dengan pertumbuhan uang, namun,
tidak dengan inflasi. Sementara itu, Meguire dan Kormedni (1984) dengan sample
pada 50 negara dan Geweke (1986), engan
data Amerika Serikat menemukan tidak ada
hubungan jangka panjang antara tingkat pertumbuhan uang dengan pertumbuhan
output real.
Hubungan jangka pendek
Berbeda
dengan studi jangka panjang yang ingin
melihat tingkat konsistensi hubungan antara suatu variable dengan variable
lainnya, dalam jangka pendek yang diamati adalah keterkaitan antara uang dengan respons dari
kebijakan moneter yang diambil oleh suatu negera yang akan berdampak terhadap
besaran-besaran moneter seperti tingkat suku bunga, nilai tukar ,inflasi dan
pertumbuhan output real. Sehubungan dengan respon kebijakan moneter serta
faktor penyebab distorsi ekonomi
berbeda beda antara negara, maka dampak dari kebijakan moneter antar
negara juga sangat bervariasi.
Berdasarkan studi Friedman dan Schwartz (1963) atas
hubungan antara uang dan business cycle dengan menggunakan periode 100 tahun di
Amerika Serikat, mereka menyimpulkan bahwa uang (M2) mempunyai pengaruh
terhadap fluktuasi business cycle.
Tingginya pertumbuhan uang beredar akan mengakibatkan tingginya pertumbuhan real output. Namun, hubungan yang positif tersebut semakin
berkurang setelah tahun 1982 (B.Friedman dan Kuttnerr, 1992). Perubahan
hubungan tersebut berdampak terhadap strategi kebijakan moneter yang diambil
oleh Federal Reserves.
REFERENSI
1. Lucket,
Dudley G”Money and Banking” Second Edition- McGraw-Hill
International Book Company,1981.
2.
Walsh, Carl E “Monetary Theory and Policy”, Massaachusetts Institute of
Technology, 2001.
3.
Kahf, Monzer “ Riba as Described in the Qur’an and Sunnah
4.
Chapra, M.Umer” Towards a Just Monetary System” The Islamic Foundation,
1985.
5. Chapra, M. Umer” Monetary Policy in an Islamic
Economy”International Centre for Research in Islamic Economic King Abdul Aziz
University, Jeddah and Institute of Policy Studies, Islamabad,, 1983
6. Chown, John F” A History of Money” Routledge
and th Institute of Economic Affair, 1994.
7. Meera, Ahamed Kameel Mydin, “ The Islamic Gold
Dinar” Pelanduk Publications (M) Sdn Bhd, Selangoer Malaysia, 2002.
8. Banking and Finance Islamic Concpet, Edited by
Mukhtar Zaman, International Association of Islamic Banks, Karachi, Pakistan.
9. Saud, Mahmud Abu, “ Money, Interest and Qirad, International
Centre for Research in Islamic Economics- King Abdul Aziz University, Jedah ,
1980
10. Duncan Richard, “The Dollar Crisis, Causes ,
Consequences, Cures” John Wiley & Sons (Asia)Pte Ltd.
11. Ali Sakti
“ Uang dalam Perspektif Islam, 2005
Humayon A.Dar and John R.Presley,” Islamic Finance
: A Western Perspective, International Journal of Islamic Financial Services
Vol.1 No.1
12. Solikin dan Suseno” Uang : Pengertian,
Penciptaan dan Peranannya dalam Perekonomian.” Bank Indonesia -Seri
Kebanksentralan No.1, 2002.
13. Mohd. Dali, Nuradli Ridzwan Shah’’ The
Flexible Model, Gold Dinar and Exchange Rate Determination, 2004.
Usmani, Muhammad Taqi. An introduction to Islamic
Finance> Idaratul Ma’Arif, Karachi, Pakistan1999.
15. Samuelson, Paul. Economics, 4th Edition, 1958.
MCGraw-Hill, N.Y.
16. Ibn Hazam: Al Muhalla, dalam Ahamd, Khurshid.
Studies in Islamic Economics. International Centre for Research in Islamic Econoics,
King Abdul Aziz University, Jeddah dan The Islamic Foundation, United Kingdom,1980.
17. Hubbard,
R. Glenn. Money, the Financial System,
and the Economy, 3rd ed. Addison-Wesley , 2002.
[1]
R.S.White , Dictionary of Finance
[2] Tukar menukar antar barang untuk memenuhi
kebutuhan individu atau masyarakat ketika uang
belum dikenal sebagai alat pertukaran.
[3] US$ menjadi international currency utama
karena Amerika telah menjadi negara super power dan memiliki perekonomian yang
kuat di dunia pada waktu itu.
[4] Il-Ghazzali, Iya Ulum al-Din
[5] Ibn
Taimiyah, AlFatwaal-Kubra
[7] Sistem
moneter terdiri dari otoritas moneter dan bank-bank umum.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas koment anda yang Sopan dan Ramah...